Teori adalah seperangkat konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang memberikan, menjelaskan, dan memprediksikan phenomena. Ada dua macam teori, yaitu teori intuitif dan teori ilmiah. Teori intutif adalah teori yang dibangun berdasarkan pengalaman praktis. Sedangkan teori ilmiah (teori formal) adalah teori yang dibangun berdasarkan hasil-hasil penelitian. Guru cenderung lebih sering menggunakan teori jenis yang pertama.
Menurut Suppes (dalam Bell, 1986) ada empat fungsi umum teori.
Fungsi ini juga berlaku bagi teori belajar, yakni:
(1) berguna sebagi kerangka kerja untuk melakukan penelitian;
(1) berguna sebagi kerangka kerja untuk melakukan penelitian;
(2) memberikan suatu kerangka kerja bagi pengorganisasian butir-butir informasi tertentu;
(3) identifikasi kejadian yang komplek;
(4) reorganisasi pengalaman-pengalaman sebelumnya.
Di samping empat fungsi tersebut di atas, teori juga diharapkan dapat menjadi model kerja. Teori dapat dijadikan model kerja fenomena tertentu sampai diketemukannya teori baru.
Bruner (1964) diakui oleh kalangan instructional theorist sebagai peletak dasar pengembang teori-teori pembelajaran, di samping Skinner (1954) dan Ausubel (1968). Bruner (1964) membuat pembedaan antara teori belajar dan teori pembelajaran. Teori belajar adalah deskriptif, sedangkan teori pembelajaran adalah preskriptif. Teori belajar mendeskripsikan adanya proses belajar, teori pembelajaran mempreskripsikan strategi atau metode pembelajaran yang optimal yang dapat mempermudah proses belajar.
A. Psikologi Individual
Psikologi Individual sebagai Aliran Psikologi
Menurut Adler manusia dilahirkan dalam keadaan tubuh yang lemah. ketidak berdayaan ini menimbulkan perasaan inferior (merasa lemah atau tidak mampu) dan ketergantungan kepada orang lain. Manusia merupakan makhluk yang saling tergantung secara sosial. Kemudian Adler mengembangkan teori yang secara ringkas disajikan sebagai berikut :
1. Individualitas sebagai pokok persoalan
Adler memilih nama Individual psychology dengan harapan dapat menekankan keyakinan bahwa setiap orang itu unik dan tidak dapat dipecah (Alwisol, 2005: 90). Psikologi individual menekankan kesatuan kepribadian. Menurut Adler setiap orang adalah suatu konfigurasi motif-motif, sifat-sifat, serta nilai-nilai yang khas, dan setiap perilakunya menunjukkan corak khas gaya kehidupan yang bersifat individual, yang diarahkan pada tujuan tertentu.
2. Kesadaran dan Ketidak Sadaran
Adler memandang unitas (kesatuan) kepribadian juga terjadi antara kesadaran dan ketidak sadaran (Alwisol, 2005 : 92). Menurut Adler, tingkah laku tidak sadar adalah bagian dari tujuan final yang belum terformulasi dan belum terpahami secara jelas. Adler menolak pandangan bahwa kesadaran dan ketidak sadaran adalah bagian yang bekerja sama dalam sistem yang universal. Pikiran sadar, menurut Adler, adalah apa saja yang dipahami dan diterima individu serta dapat membantu perjuangan mencapai keberhasilan.
3. Dua Dorongan Pokok
Dalam diri setiap individu terdapat dua dorongan pokok, yang mendorong serta melatar belakangi segala perilakunya, yaitu :
a. Dorongan kemasyarakatan, yang mendorong manusia bertindak untuk kepentingan orang lain.
b. Dorongan keakuan, yang mendorong manusia bertindak untuk kepentingan diri sendiri.
4. Perjuangan ke Arah Superior
Individu memulai hidupnya dengan kelemahan fisik yang menimbulkan perasaan inferior. Perasaan inilah yang kemudian menjadi pendorong agar dirinya sukses dan tidak menyerah pada inferioritasnya. Adler berpendapat manusia memulai hidup dengan dasar kekuatan perjuangan yang diaktifkan oleh kelemahan fisik neonatal (Alwisol, 2005 : 95). Kelemahan fisik menimbulkan perasaan inferior. Individu yang jiwanya tidak sehat mengembangkan perasaan inferioritas secara berlebihan dan berusaha mengkompensasikannya dengan membuat tujuan menjadi superioritas personal.
5. Gaya Hidup (Style of Life)
Gaya hidup, menurut Adler, telah terbentuk pada usia 4 – 5 tahun. Gaya hidup seseorang tidak hanya ditentukan oleh kemampuan intrinsik (hereditas) dan lingkungan objektif, tetapi dibentuk oleh yang bersangkutan melalui pengamatan dan interpretasi terhadap keduanya.
6. Minat Sosial (Social Interest)
Adler berpendapat bahwa minat sosial adalah bagian dari hakikat manusia dalam besaran yang berbeda muncul pada tingkah laku setiap orang. Minat sosial membuat individu mampu berjuang mengejar superioritas dengan cara yang sehat.
7. Kekuatan Kreatif Self
Self kreatif, menurut Adler, bersifat padu, konsisten, dan berdaulat dalam struktur kepribadian. Keturunan memiliki kemampuan tertentu, lingkungan memberi kesan tertentu. Self kreatif adalah sarana yang mengolah fakta-fakta dunia dan menstranformasikan fakta-fakta itu menjadi kepribadian yang bersifat subjektif, dinamis, menyatu, personal dan unik. Self kreatif memberi arti kepada kehidupan, menciptakan tujuan maupun sarana untuk mencapainya.
8. Konstelasi Keluarga
Konstelasi berpengaruh dalam pembentukan kepribadian. Menurut Adler, kepribadian anak pertama, anak tengah, anak terakhir, dan anak tunggal berbeda, karena perlakuan yang diterima dari orang tua dan saudara-saudara berbeda.
9. Kompleks Inferioritas dan Neurosis
Kompleks inferioritas adalah perasaan yang berlebihan bahwa dirinya merupakan orang yang tidak mampu. Orang yang menunjukkan dirinya penakut, pemalu, merasa tidak aman, ragu-ragu, dst. adalah orang yang mengidap kompels inferioritas. Menurut pandangan Adler, kompleks inferioritas bukan persoalan kecil, melainkan sudah tergolong neurosis(gangguan jiwa), artinya masalah tersebut sama besarnya dengan masalah kehidupan itu sendiri.
10. Perkembangan Abnormal
a. Cacat fisik yang parah
Cacat fisik yang parah, apakah dibawa sejak lahir atau akibat kecelakaan, dan penyakit, tidak cukup untuk membuat salah suai. Bila cacat tersebut diikuti dengan perasaan inferior yang berlebihan maka terjadilah gejala salah suai.
b. Gaya hidup manja
Gaya hidup manja menjadi sumber utama penyebab sebagian neurosis. Anak yang dimanja mempunyai minat sosial yang kecil dan tingkat aktivitas yang rendah. Ia menikmati pemanjaan dan berusaha agar tetap dimanja, dan mengembangkan hubungan parasit dengan ibunya ke orang lain. Ia berharap orang lain memperhatikan dirinya, melindunginya, dan memuaskan semua keinginannya yang mementingkan diri sendiri. Gaya hidup manja seseorang mudah dikenali dengan ciri-ciri : sangat mudah putus asa, selalu ragu, sangat sensitif, tidak sabaran, dan emosional.
c. Gaya hidup diabaikan
Anak yang merasa tidak dicintai dan tidak dikehendai, akan mengembangkan gaya hidup diabaikan. Diabaikan, menurut Adler, merupakan konsep yang relatif, tidak ada orang yang merasa mutlak diabaikan. Ciri-ciri anak yang diabaikan mempunyai banyak persamaan dengan anak yang dimanjakan, tetapi pada umumnya anak yang diabaikan lebih dicurigai dan berbahaya bagi orang lain.
11. Kecenderungan Pengamanan
3) Mekanisme pertahanan ego beroperasi pada tingkat tak sadar, sedangkan kecenderungan pengamanan bekerja pada tingkat sadar dan tidak sadar.
b. Bentuk-bentuk kecenderungan pengaman
Psikologi individual menganalisis bahwa penderita neurosis takut tujuan menjadi personal yang dikejarnya terungkap sebagai kesalahan dan selanjutnya diikuti dengan hilangnya penghargaan dari masyarakat. Untuk mengkompensasi khayalan ini, individu membangunan kecenderungan pengamanan, yang bentuknya dapat berupa sesalan, agresi, dan menarik diri (Alwisol, 2005 : 102-103).
· Menarik diri (withdrawl)
Withdrawl adalah kecenderungan untuk malarikan diri dari kesulitan berupa tindakan manarik diri dari aktivitas dan lingkungan sosial. Ada 4 jenis withdrawl, yaitu : moving backward, satnding-still, hesitating, dan constructing obstacle.
a) Moving backward (mundur), adalah gejala yang mirip dengan regresi yang dikemukakan Freud, yaitu kembali ketahap perkembangan sebelumnya.
b) Standing-still (diam di tempat), mirip dengan konsep Freud, fiksasi. Untuk menghindari kecemasan akibat kegagalan, individu mengambil keputusan tidak melakukan tindakan tertentu.
c) Hesitating (ragu-ragu), berhubungan erat dengan diam ditempat. Ada orang yang bimbang ketika menghadapi masalah yang dianggap sulit. Mengulur waktu dijadikan cara untuk mengatasi masalah yang dihadapi.
d) Constructing obstacle (membangun penghalang), merupakan bentuk menarik diri yang paling ringan, mirip dengan sesalan ”if, only”. Dalam menghadapi persoalan individu menciptakan khayalan tentang suatu penghalang dan keberhasilan dalam mengatasi persoalan tersebut.
B. Teori Belajar Kognitif
Teori Belajar Kognitif menekankan pada belajar merupakan suatu proses yang terjadi dalam akal pikiran manusia. Seperti juga diungkapkan oleh Winkel (1996: 53) bahwa “Belajar adalah suatu aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan pemahaman, ketrampilan dan nilai sikap. Perubahan itu bersifat secara relatif dan berbekas”. Sesuai dengan karakteristik matematika maka belajar matematika lebih cenderung termasuk ke dalam aliran belajar kognitif yang proses dan hasilnya tidak dapat dilihat langsung dalam konteks perubahan tingkah laku. Berikut adalah beberapa teori belajar kognitif menurut beberapa pakar teori belajar kognitif:
Teori Belajar Piaget
Menurut Piaget setiap anak mengembangkan kemampuan berpikir menurut tahap yang teratur. Pada satu tahap perkembangan tertentu akan muncul skema atau struktur tertentu yang keberhasilannya pada setiap tahap amat bergantung pada tahap sebelumnya. Adapun tahapan-tahapan tersebut adalah:
a. Tahap Sensori Motor (dari lahir sampai kurang lebih umur 2 tahun)
Dalam dua tahun pertama kehidupan bayi ini, dia dapat sedikit memahami lingkungan dengan jalan melihat, meraba atau memegang, mengecap, mencium dan menggerakan. Dengan kata lain mereka mengandalkan kemampuan sensorik serta motoriknya. Beberapa kemampuan kognitif yang penting muncul pada saat ini.
b. Tahap Pra-operasional ( kurang lebih umur 2 tahun hingga 7 tahun)
Dalam tahap ini sangat menonjol sekali kecenderungan anak-anak itu untuk selalu mengandalkan dirinya pada persepsinya mengenai realitas. Dengan adanya perkembangan bahasa dan ingatan anakpun mampu mengingat banyak hal tentang lingkungannya. Intelek anak dibatasi oleh egosentrisnya yaitu ia tidak menyadari orang lain mempunyai pandangan yang berbeda dengannya.
c. Tahap Operasi Konkrit (kurang lebih 7 sampai 11 tahun)
Dalam tahap ini anak-anak sudah mengembangkan pikiran logis. Dalam upaya mengerti tentang alam sekelilingnya mereka tidak terlalu menggantungkan diri pada informasi yang datang dari pancaindra.. Anak sering kali dapat mengikuti logika atau penalaran, tetapi jarang mengetahui bila membuat kesalahan.
d. Tahap Operasi Formal (kurang lebih umur 11 tahun sampai 15 tahun)
Selama tahap ini anak sudah mampu berpikir abstrak yaitu berpikir mengenai gagasan. Anak dengan operasi formal ini sudah dapat memikirkan beberapa alternatif pemecahan masalah. Mereka dapat mengembangkan hukum-hukum yang berlaku umum dan pertimbangan ilmiah. Pemikirannya tidak jauh karena selalu terikat kepada hal-hal yang besifat konkrit, mereka dapat membuat hipotesis dan membuat kaidah mengenai hal-hal yang bersifat abstrak.
TAXONOMI SOLO
Biggs dan Collis adalah peneliti yang turut melakukan dan analisis teori belajar Piaget. Salah satu isu utama yang dikaji oleh kedua peneliti ini berkaitan dengan struktur kognitif. Teori mereka dikenal dengan Structure of Observed Learning Outcomes (SOLO). Biggs dan Collis (1982: 22) membedakan antara “generalized cognitive structure” atau struktur kognitif umum anak dengan “actual respon” atau respon langsung anak ketika diberikan perintah-perintah. Mereka menerima kebeadaan konsep struktur kognitif umum namun mereka menyakini bahwa hal tersebut tidak dapat diukur langsung sehingga perlu mengacu pada sebuah “hypothesized cognitive structure” (HCS) atau struktur kognitif hipotesis. Menurut mereka HCS ini relative lebih stabil dari waktu ke waktu serta bebas dari pengaruh pembelajaran disaat anak diukur menggunakan taxonomi SOLO dalam menyelesaikan suatu tugas tertentu. Penekan pada suatu tugas tertentu sangat penting seperti yang diasumsikan dalam taksonomi SOLO bahwa penampilan seseorang sangatlah beragam dalam menyelesaikan satu tugas dengan tugas lainnya, hal ini berkaitan erat dengan logika yang mendasarinya, selanjutnya asumsi ini juga meliputi penyimpangan yang dalam model ini dikatakan:
Siswa dapat saja berada pada awal level formal dalam matematika namun berada pada level awal konkrit dalam sejarah, atau bahkan dapat terjadi, suatu hari siswa berada pada level formal di matematika namun dilain hari dia masih berada pada level yang konkrit pada topik yyang berbeda. Hasil observasi seperti ini tidak dapat mengindikasikan terdapatnya “pertukaran” dalam perkembangan kognitif yang berlangsung, tetapi sedikit pertukaran terjadi pada konstruksi yang lebih proximal , pembelajaran, penampilan atau motivasi. Biggs & Collis (1991:60)
Teori tersebut lebih menekankan pada analisis terhadap kualitas respon anak. Untuk melihat respon anak diperlukan butir-butir rangsangan. Dan butir-butir rangsangan dalam konteks ini tidak difokuskan untuk melihat kebenaran dari jawaban saja melainkan lebih pada melihat struktur alamiah dari respon siswa dan perubahannya dari waktu ke waktu.
Untuk menjelaskan konsep “pertukaran” yang terjadi dalam pertumbuhan kognitif yang tidak biasa diantara anak-anak sekolah, Biggs & Collis (1991: 60)menyediakan suatu level tersendiri yang diberi nama “post formal mode”. Bagaimanapun juga terdapat satu perbedaan penting dari teori yang dikemukakan Piaget yaitu ketika mode atau level baru mulai muncul, ini tidak akan menggantikan level yang lama begitu saja melainkan dapat berkembang bersamaan. Oleh karena itu mode-model tersebut tumbuh sejak lahir hingga dewasa. Level terakhir adalah batas tertinggi dari proses abstraksi yang dapat ditunjukkan anak, bukan seluruh penampilan yang harus menyesuaikan dengan level-nya. Secara khusus, ketika semakin banyak mode yang memungkinkan maka multi-modal fungsioning menjadi normanya.
Berikut adalah 5 mode yang diutarakan oleh Biggs dan Collis:
1. Mode Sensorimotor
Focus perhatian pada mode ini adalah lingkungan fisik sekitar anak. Anak membangun kemampuan untuk melakukan koordinasi dan mengatur interaksinya dengan lingkungan sekitar. Perkembangan yang berkelanjutan pada mode ini ditunjukkan oleh kegiatan-kegiatan fisik ketika diperolehnya tacit knowledge.
2. Mode Iconic
Pada mode ini simbol-simbol dan gambar digunakan untuk merepresentasikan elemen-elemen yang diperolehnya pada mode sensorimotor. Tanda-tanda tersebut digunakan sebagai peran pengganti dari komunikasi oral. Ciri-ciri dari anak yang berada pada mode ini antara lain sering menggunakan strategi menebak, senang menggunakan alat peraga dan senang membuat gambaran-gambaran mental. Mode sensorimotor dan iconic adalah mode-mode alamiah dari seorang manusia yang berkembang secara alamiah juga. Sedangkan target pertama dari sekolah formal ada pada mode concrete simbolic.
3. Mode Concrete Simbolic
Pada mode ini anak mengalami “pertukaran” dalam proses abstraksi. Mereka mulai merepresentasikan dunia fisik melalui bahasa oral ke dalam bentuk tulisan, yaitu sebuah system simbol yang akan mereka gunakan dalam kehidupannya. Sebuah system simbol memiliki tingkatan dan logika internal yang dapat memfasilitasi sebuah hubungan antara sistem simbol dan lingkungan fisik di sekitarnya. Sistem simbol yang digunakan di sekolah antara lain adalah matematika dan bahasa. Mode concrete simbolic adalah mode terbesar sebagai target dari matematika sekolah. Karena dalam matematika anak menggambarkan dan mengoperasikan objek-objek yang berada di sekitarnya.
4. Mode Formal
Pada mode ini titik berat kemampuan sesorang adalah pada kemampuan mengkonstruksi teori tanpa bantuan contoh benda konkrit. Kemampuan berpikir pada tahap ini meliputi membuat formula hipotesis dan membuat penalaran yang proporsional.
5. Mode Post Formal
Keberadaan mode ini lebih menekankan pada pembuatan hipotesis secara deduktif dari pada penyusunan teori berdasarkan bukti-bukti empiris. Karakteristik terpenting dari mode ini adalah kemampuan untuk bertanya tentang prinsip-prinsip mendasar dari sesuatu hal.
C. TEORI SOSIAL KOGNITIF
Teori sosial kognitif adalah sebuah teori yang memberikan pemahaman, prediksi, dan perubahan perilaku manusia melalui interaksi antara manusia, perilaku, dan lingkungan (Bandura, 1986).
Menurut Jones pada tahun 1989, fakta bahwa perilaku berubah setiap kali situasi lingkungan berubah tidak menunjukkan bahwa perilaku tersebut dipengaruhi oleh situasi lingkungan, melainkan perilaku tersebut menunjukkan perbedaan-perbedaan situasi tersebut. Jadi terlihat perbedaan ketika stimulus yang sama menghasilkan respon yang berbeda dari orang yang berbeda atau dari orang yang sama dengan waktu berbeda.
Teori sosial kognitif digunakan untuk mengenal dan memprediksi perilaku individu dan grup dan mengidentifikasi metode-metode yang tepat untuk mengubah perilaku tersebut. Teori ini erat kaitannya dengan pembelajaran seseorang menjadi pribadi yang lebih baik. Teori ini menjelaskan bahwa dalam belajar, pengetahuan (knowledge), pengalaman pribadi (personal experience), karakteristik individu (personal characteristic) berinteraksi. Kemudian, pengalaman baru yang terbentuk menjadi evaluasi terhadap perilaku lama. Pengalaman perilaku yang lama akan menuntun pribadi tersebut menginvestigasi masalah-masalah yang muncul pada pengalaman saat ini.
Faktor-faktor dari Proses Belajar
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi dalam aplikasi dari teori ini, faktor-faktor yang berproses dalam belajar observasi itu adalah :
1. Perhatian (Attention), mencakup peristiwa peniruan (adanya kejelasan, keterlibatan perasaan, tingkat kerumitan, kelaziman, nilai fungsi) dan karakteristik pengamat (kemampuan indera, minat, persepsi, penguatan sebelumnya)
2. Penyimpanan atau proses mengingat (Retention), mencakup kode pengkodean simbolik, pengorganisasian pikiran, pengulangan simbol, pengualangan motorik.
3. Reproduksi motorik (Reproduction), mencakup kemampuan fisik, kemampuan meniru, keakuratan umpan balik.
4. Motivasi, mencakup dorongan dari luar dan penghargaan terhadap diri sendiri (Motivation).
Selain itu juga yang harus diperhatikan bahwa faktor model atau teladan mempunyai prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. Tingkat tertinggi belajar dari pengamatan diperoleh dengan cara mengorganisasikan sejak awal dan mengulangi perilaku secara simbolik kemudian melakukannya. Proses mengingat akan lebih baik dengan cara mengkodekan perilaku yang ditiru kedalam kata-kata, tanda atau gambar dari pada hanya observasi sederhana (hanya melihat saja).
2. Individu lebih menyukai perilaku yang ditiru jika sesuai dengan nilai yang dimilikinya.
3. Individu akan menyukai perilaku yang ditiru jika model atau panutan tersebut disukai dan dihargai serta perilakunya mempunyai nilai yang bermanfaat.
Aplikasi Teori
Menurut Bandura(1977), proses mengamati dan meniru perilaku, sikap orang lain sebagai model merupakan tindakan belajar. Teori belajar dari Bandura ini memang bisa berlaku umum dalam semua langkah pendidikan sosial, komunikasi, informasi dan instruksional di lingkungan formal maupun informal.
Bandura mengusulkan tiga macam pendekatan treatment, yakni :
1. Latihan Penguasaan (desensitisasi modeling): mengajari klien menguasai tingkahlaku yang sebelumnya tidak bisa dilakukan (misalnya karena takut).
2. Modeling terbuka (modeling partisipan): Klien melihat model nyata, baisanya diikuti dengan klien berpartisipasi dalam kegiatan model, dibantu oleh modelnya meniru tingkahlaku yang dikehendaki, sampai akhirnya mampu melakukan sendiri tanpa bantuan.
3. Modeling Simbolik; Klien melihat model dalam film, atau gambar/cerita. Kepuasan vikarious (melihat model mendapat penguatan) mendorong klien untuk mencoba/meniru tingkahlaku modelnya.
Aplikasi dari teori ini berlaku untuk setiap proses pembelajaran. Misalnya belajar gerakan tari dari instruktur membutuhkan pengamatan dari berbagai sudut yang dibantu cermin dan langsung ditirukan oleh siswa pada saat itu juga. Pendekatan seperti ini dengan cara modeling terbuka. Kemudian proses meniru akan lebih terbantu jika gerakan tadi juga didukung dengan penayangan video, gambar atau instruksi yang ditulis dalam buku panduan. Sedangkan untuk hal ini termasuk tritmen dalam pendekata modeling simbolik. Jadi dalam teori ini mengutamakan proses belajar dengan cara meniru dan mempraktekan langsung.
Dalam aplikasi di tempat kerja dengan pendekatan teori ini bisa dilakukan oleh trainer pada saat melakukan training mengenai cara pengoperasian suatu alat. Trainer bisa memberikan contoh sambil mempraktekan atau mengsimulasikan materi tersebut sehingga para pekerja bisa langsung meniru gerakan-gerakan yang dilakukan oleh trainer.
Selain itu perlu juga ditayangkan dalam bentuk media yang lainnya seperti slide show ataupun video sehingga mereka mendapatkan contoh yang lainnya serta dapat pula diberikan refrensi lain dalam bentuk media cetak seperti booklet atau leaflet.
Individu tersebut akan lebih menyukai perilaku yang ditiru jika sesuai dengan nilai yang dimilikinya, dalam pengaplikasiannya terkadang individu bersifat tidak mengacuhkan materi yang berikan sehingga dalam hal ini bisa dilakukan beberapa cara agar individu atau pekerja tertarik untuk meniru gerakan tersebut. Cara yang bisa dilakukan adalah dengan menjadikan salah satu dari individu tersebut untuk menjadi model ataupun bisa membawakan model dari tokoh terkenal sehingga individu tadi merasa ingin meniru dan menerapkan hal-hal yang disampaikannya. Hal ini dilakukan karena individu akan menyukai perilaku yang ditiru jika model atau panutan tersebut disukai dan dihargai serta perilakunya mempunyai nilai manfaat.
Namun dalam pengaplikasiannya ada beberapa dampak buruk dari pendekatan modeling terbuka dan juga simbolik yang secara tidak sengaja itu akan muncul dalam benak individu. Misalnya adegan kekerasan pada media televisi, ataupun video. Sebagian kecil orang yang sering menonton adegan kekerasan maka akan terpengaruh untuk menjadi lebih agresif disbanding orang yang tidak menonton film atau video tersebut.
D. TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK
A. pengertian teori belajar behavioristik
Teori behavioristik merupakan teori tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Kemudian teori ini berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang berpengaruh terhadap pengembangan teori pedidikan dan pembelajaran yang dikenal sebagai aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar.
Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus-responnya,mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
Seseorang telah dianggap belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini, dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon. Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada pebelajar, sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan pebelajar terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan respon tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati adalah stimulus dan respon, oleh karena itu apa yang diberikan oleh guru (stimulus) dan apa yang diterima oleh pebelajar (respon) harus dapat diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku tersebut.
Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor penguatan (reinforcement). Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka respon akan semakin kuat. Begitu pula bila respon dikurangi/dihilangkan (negative reinforcement) maka respon juga semakin kuat.
B. Prinsip prinsip dalam teori behavioristik
1. Perilaku nyata dan terukur memiliki makna tersendiri, bukan sebagai perwujudan dari jiwa atau mental yang abstrak.
2. Aspek mental dari kesadaran yang tidak memiliki bentuk fisik adalah pseudo problem untuk sciene harus dihindari.
3. Penganjur utama adalah Watson : overt, observable behavior, adalah satu satunya subyek yang sah dari ilmu psikologi yang benar.
4. Dalam perkembangannya, pandangan Watson yang ekstrem ini dikembangkan lagi oleh para behaviorist dengan memperluas ruang lingkup studi bahaviorisme dan akhirnya pandangan behaviorisme juga menjadi tidak seekstrem Watson, dengan mengikutsertakan faktor faktor internal juga, meskipun focus pada overt behavior tetap terjadi.
5. Aliran behaviorisme juga mengembangkan metodenya yang terkontrol dan bersifat positivistik dalam perkembangan ilmu psikologi.
6. Banyak ahli membagi behaviorisme ke dalam dua periode, yaitu behaviorisme awal dan yang lebih belakangan.
C. Tokoh tokoh Aliran behavioristik
1. Edward Lee Thorndike (1874-1949)
Menurut Thorndike, belajar merupakan proses interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus adalah apa yang merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti fikiran, perasaan atau hal hal lain yang dapat di tangkap melalui alat indera. Respon adalah reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, juga dapat berupa fikiran, perasaan, gerakan atau tindakan. Teori Thorndike sering disebut teori koneksionisme.
Prinsip pertama teori koneksionisme adalah belajar suatu kegiatan membentuk asosiasi (connection) antara kesan panca indera dengan kecenderungan bertindak. Misalnya, jika anak merasa senang atau tertarik pada kegiatan jahit-menjahit, maka ia akan cenderung mengerjakannya. Apabila hal ini dilaksanankan, ia merasa puas dan belajar menjahit akan menghasilkan prestasi memuaskan.
Dengan adanya pandangan-pandangan Thorndike yang memberikan sumbangan cukup besar di dunia pendidikan tersebut, maka ia dinobatkan sebagai salah satu tokoh pelopor dalam psikologi pedidikan. Selain itu, bentuk belajar yang paling khas baik pada hewan maupun pada manusia menurutnya adalah “trial and error learning atau selecting and connecting learning” dan berlangsung menurut hukum hukum tertentu.
Menurut Thorndike terdapat tiga hukum belajar yang utama yaitu :
a. The Law Of Effect (hukum akibat)
Hukum akibat yaitu hubungan stimulus respon yang cenderung diperkuat bila akibatnya menyenangkan dan cenderung diperlemah jika akibatnya tidak memuaskan. Hukum ini menunjuk pada makin kuat atau makin lemahnya koneksi sebagai hasil perbuatan. Suatu perbuatan yang disertai akibat menyenangkan cenderung dipertahankan dan lain kali akan di ulangi. Sebaliknya, suatu perbuatan yang diikuti akibat tidak menyenangkan cenderung di hentikan dan tidak akan di ulangi. Koneksi antara kesan panca indera dengan kecenderungan bertindak dapat menguat atau melemah, tergantung pada “buah” hasil perbuatan yang pernah dilakukan. Misalnya, bila anak mengerjakan PR, ia mendapatkan muka manis gurunya. Namun, jika sebaliknya , ia akan dihukum. Kecenderungan mengerjakan PR akan menbentuk sikapnya.
b. The Law Of Exercise (hukum latihan)
Hukum latihan yaitu semakin sering tingkah laku diulang atau dilatih (digunakan), maka asosiasi tersebut akan semakin kuat. Dalam hal ini, hukum latihan mengandung dua hal :
· The Law Of Use : hubungan-hubungan atau koneksi-koneksi akan menjadi bertambah kuat, kalau ada latihan yang sifatnya lebih memperkuat hubungan itu.
· The Law Of Disues : hubungan-hubungan atau koneksi-koneksi akan menjadi bertambah lemah atau terlupa kalau latihan-latihan dihentikan, karena sifatnya yang melemahkan hubungan tersebut.
c. The Law Of Readiness (hukum kesiapan)
Hokum kesiapan yaitu semakin siap suatu organisme memperoleh suatu perubahan tingkah laku tersebut akan menimbulkan kepuasan individu sehingga asosiasi cenderung diperkuat.
Prinsip pertama teori koneksionisme adalah belajar merupakan suatu kegiatan membentuk asosiasi (connection)antara kesan panca indera dengan kecenderungan bertindak. Misalnya, jika anak merasa senang atau tertarik pada kegiatan jahit-menjahit, maka ia akan cenderung mengerjakannya. Apabila hal ini dilaksanakan, ia merasa puas dan belajar menjahit akan menghasilkan prestasi memuaskan.
2. John Watson (1878-1958)
Watson adalah seorang behavioris murni, kajiannya tentang belajar disejajarkan dengan ilmu-ilmu lain seperti fisika atau biologi yang sangat berorientasi pada pengalaman empirik semata, yaitu sejauh mana dapat diamati dan diukur.
Menurut Watson, belajar merupakan proses interaksi antara stimulus dan respon, namun stimulus dan respon tersebut harus diamati dan diukur. Jadi perubahan-perubahan mental dalam diri seseorang selama proses belajar, tidak perlu diperhitungkan karena tidak dapat diamati.
Pandangan utama Watson :
a) Psikologi mempelajari stimulus dan respon (S-R psychology). Yang dimaksud dengan stimulus adalah semua obyek dilingkungan, termasuk juga perubahan jaringan dalam tubuh. Respon adalah apapun yang dilakukan sebagai jawaban terhadap stimulus, mulai dari tingkat sederhana hingga tingkat tinggi, juga termasuk pengeluaran kelenjar. Respon ada yang overt dan covert, learned dan unlearned.
b) Tidak mempercayai unsure herediter (keturunan) sebagai penentu perilaku. Perilaku manusia adalah hasil belajar sehingga unsur lingkungan sangat penting (lihat pandangannya yang sangat ekstrem menggambarkan hal ini pada lundin, 1991 p. 173). Dengan demikian pandangan Watson bersifat deterministik, perilaku manusia ditentukan oleh faktor eksternal, bukan berdasarkan free will.
c) Dalam kerangka mind-body, pandangan Watson sederhana saja. Baginya, mind mungkin saja ada, tetapi bukan sesuatu yang dipelajari ataupun akan dijelaskan melalui pendekatan ilmiah. Jadi bukan berarti bahwa Watson menolah mind secara total. Ia hanya mengakui body sebagai obyek studi ilmiah. Penolakan dari consciousness, soul atau mind ini adalah ciri utama behaviorisme dan kelak dipegang kuat oleh para tokoh aliran ini, meskipun dalam derajat yang berbeda-beda.
d) Sejalan dengan fokusnya terhadap ilmu yang obyektif, maka psikologi harus menggunakan metode empiris. Dalam hal ini metode psikologi adalah observation, conditioning, testing dan verbal reports.
e) Secara bertahap Watson menolak konsep insting, mulai dari karakteristiknya sebagai refleks yang unlearned, hanya milik anak-anak yang tegantikan oleh habits, dan akhirnya ditolak sama sekali kecuali simple refleks seperti bersin, merangkak, dan lain-lain.
f) Sebaliknya, konsep lerning adalah sesuatu yang fital dalam pandangan Watson, juga bagi tokoh behaviorisme yang lainnya. Habits yang merupakan dasar perilaku adalah hasil belajar yang ditentukan oleh dua hukum utama, recency dan frequency. Watson mendukung conditioning respon Pavlov dan menolak Law of Effect dari thorndike. Maka habits adalah proses conditioning yang kompleks. Ia menerapkannya pada percobaan phobia (subyek albert).kelak terbukti bahwa teori belajar dari Watson punya banyak kekurangan dan pandangannya yang menolak Thorndike salah.
g) Pandangannya tentang memori membawanya pada pertentangan dengan William james. Menurut Watson apa yang diingat dan dilupakan ditentukan oleh seringnya sesuatu digunakan/dilakukan. Dengan kata lain, sejauh mana sesuatu dijadikan habits. Faktor yang menentukan adalah kebutuhan.
h) Proses thinking and speech tarkait erat. Thinking adalah subvocal talking. Artinya proses berfikir didasarkan pada keterampilan berbicara dan dapat disamakan dengan proses bicara yang ‘tidak terlihat’, masih dapat diidentifikasi melalui gerakan halus seperti gerak bibir atau gesture lainnya.
i) Sumbangan utama Watson adalah ketegasan pendapatnya bahwa perilaku dapat dikontrol dan ada hukum yang mengaturnya. Jadi psikologi adalah ilmu yang bertujuan meramalkan perilaku. Pandangan ini dipegang terus oleh banyak ahli dan diterapkan pada situasi praktis. Dengan penolakannya pada mind dan kesadaran, Watson juga membangkitkan kembali semangat obyektifitas dalam psikologi yang membuka jalan bagi riset-riset empiris pada eksperimen terkontrol.
3. Clark L. Hull (1884-1952)
Clark hull juga menggunakan variabel hubungan antara stimulus dan respon untuk menjelaskan pengertian belajar. Menurutnya, semua fungsi tingkah laku bermanfaat terutama untuk menjaga agar organisme tetap bertahan hidup. Oleh sebab itu ia mengatakan kebutuhan biologis (drive) dan pemuasan kebutuhan biologis (drive reduction) adalah penting dan menempati posisi sentral dalam seluruh kegiatan manusia, sehingga stimulus (stimulus dorongan) dalam belajar pun hampir selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis, walaupun respon yang akan muncul mungkin dapat berwujud macam-macam.
Pandangan utama Clark L. Hull:
· Reinforcement adalah faktor penting dalam belajar yang harus ada. Namun fungsi reinforcement bagi hull lebih sebagai drive reduction daripada satisfied factor.
· Faktor O adalah kondisi internal dan sesuatu yang disimpulkan (inferred) ,efeknya dapat dilihat pada faktor R yang berupa output. Karena pandangan ini hull dikritik karena bukan behaviorisme sejati.
· Proses belajar baru terjadi setelah keseimbangan biologis terjadi. Disini tampak pengaruh teori Darwin yang mementingkan adaptasi biologis organisme.
4. Edwin Guthrie
Azas belajar Guthrie yang utama adalah hukum kontiguiti. Yaitu gabungan stimulus-stimulus yang disertai suatu gerakan. Guthrie juga menggunakan variabel hubungan stimulus dan respon untuk menjelaskan proses terjadinya belajar. Belajar terjadi karena gerakan terakhir yang dilakukan mengubah situasi stimulus sedangkan tidak ada respon lain yang dapat terjadi.
Hubungan antara stimulus dan respon bersifat sementara , sehingga dalam kegiatan belajar peserta didik perlu diberi stimulus dengan sering agar hubungan stimulus dan respon bersifat lebih kuat dan menetap. Guthrie juga percaya bahwa hukuman (punishment) memegang peranan penting dalam proses belajar. Hukuman yang diberikan pada saat yang tepat akan mampu mengubah tingkah laku seseorang.
5. Burrhus Frederic Skinner (1904-1990)
Konsep-konsep yang dikemukakan skinner tentang belajar lebih mengungguli konsep para tokoh sebelumnya. Ia mampu menjelaskan konsep belajar secara sederhana, namun lebih komprensif. Menurut skinner hubungan antara stimulus dan respon yang terjadi melalui interaksi dengan lingkungan, yang kemudian menimbulkan perubahan tingkah laku, tidaklah sesederhana yang dikemukakan oleh tokoh-tokoh sebelumnya.
Menurutnya respon yang diterima seseorang tidak sesederhana itu, karena stimulus-stimulus yang diberikan akan saling berinteraksi dan interaksi antar stimulus itu akan mempengaruhi respon yang dihasilkan. Respon yang diberikan ini memiliki konsekuensi-konsekuensi. Konsekuensi inilah yang nantinya mempengaruhi munculnya perilaku.
Oleh karena itu dalam memahami tingkah laku seseorang secara benar harus memahami hubungan antara stimulus yang satu dengan lainnya, serta memahami konsep yang mungkin dimunculkan dan berbagai konsekuensi yang mungkin timbul akibat respon tersebut. Skinner juga mengemukakan bahwa dengan menggunakan perubahan-perubahan mental sebagai alat untuk menjelaskan tingkah laku hanya akan menambah rumitnya masalah karena perlu pejelasan lagi.
D. Aplikasi Teori
Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari beberapa hal, seperti : tujuan pembelajaran, sifat materi pembelajaran, karakteristik pebelajar, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia. Pembelajaran yang dirancang dan berpijak pada teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif , pasti, tetap, tidak berubah. Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi, sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan (transfer of knowledge) ke orang yang belajar atau pebelajar. Fungsi fikiran untuk menjiplak struktur pengetahuan yang sudah ada melalui proses berfikir yang dapat di analisa dan dipilah, sehingga makna yang dihasilkan dari proses berfikir seperti ini ditentukan oleh karakteristik struktur pengetahuan tersebut. Pebelajar diharapkan akan memiliki pemahaman yang sama terhadap pengetahuan yang diajarkan. Artinya, apa yang dipahami oleh pengajar atau guru itulah yang harus dipahami oleh murid. Demikian halnya dalam pembelajaran, pebelajar dianggap sebagai objek pasif yang selalu membutuhkan motivasi dan penguatan dari pendidik.
Oleh karena itu, para pendidik mengembangkan kurikulum terstruktur dengan menggunakan standar-standar tertentu dalam proses pembelajaran yang harus dicapai oleh para pebelajar. Begitu juga dalam proses evaluasi belajar pebelajar diukur hanya pada hal-hal yang nyata dan dapat diamati sehingga hal-hal yang brsifat tidak teramati kurang dijangkau dalam proses evaluasi.
Implikasi dari teori behavioristik dalam proses pembelajaran dirasakan kurang memberikan ruang gerak yang bebas bagi pebelajar untuk berkreasi, bereksperimentasi dan mengembangkan kemampuannya sendiri. Karena sistem pembelajaran tersebut bersifat otomatis-mekanis dalam menghubungkan stimulus dan respon sehingga terkesan seperti kinerja mesin atau robot. Akibatnya pebelajar kurang mampu untuk berkembang sesuai potensi yang ada pada diri mereka.
Karena teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan telah terstruktur rapi dan teratur, maka pebelajar atau orang yang belajar harus dihadapkan pada aturan-aturan yang jelas dan ditetapkan terlebih dahulu secara ketat. Pembiasaan dan disiplin menjadi sangat esensial dalam belajar, sehingga pembelajaran lebih banyak dikaitkan dengan penegakan disiplin. Kegagalan atau ketidakmampuan dalam penambahan pengetahuan dikategorikan sebagai kesalahan yang perlu dihukum dan keberhasilan belajar atau kemampuan dikategorikan sebagai bentuk perilaku yang pantas diberi hadiah. Demikian juga, ketaatan pada aturan dipandang sebagai penentu keberhasilan belajar. Pebelajar atau peserta didik adalah objek yang berperilaku sesuai dengan aturan, sehingga kontrol belajar harus dipegang oleh sistem yang berada diluar diri pebelajar.
Tujuan pembelajaran menurut teoti behavioristik ditekankan pada penambahan pengetahuan, sedangkan belajar sebagai aktifitas “mimetic”, yang menuntut pebelajar untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari dalam bentuk laporan, kuis, atau tes. Penyajian isi atau materi pelajaran menekankan pada keterampilan yang terisolasi atau akumulasi fakta mengikuti urutan dari bagian keseluruhan.
Pembelajaran mengikuti urutan kurikulum secara ketat, sehingga aktifitas belajar lebih banyak didasarkan pada buku teks/buku wajib dengan penekanan pada keterampilan, mengungkapkan kembali isi buku teks/buku wajib tersebut. pembelajaran dan evaluasi menekankan pada hasil belajar.
evaluasi menekankan pada respon pasif, keterampilan secara terpisah, dan biasanya menggunakan paper and pencil test. Evaluasi hasil belajar menuntut jawaban yang benar. Maksudnya bila pebelajar menjawab secara “benar” sesuai dengan keinginan guru, hal ini menunjukkan bahwa pebelajar telah menyelesaikan tugas belajarnya. Evaluasi belajar dipandang sebagai bagian yang terpisah dari kegiatan pembelajaran, dan biasanya dilakukan setelah selesai kegiatan pembelajaran. Teori ini menekankan evaluasi pada kemampuan pebelajar secara individual.
KESIMPULAN
Pembelajaran diartikan sebagai kegiatan dimana guru (pengajar) dan murid (pembelajar) berinteraksi, membicarakan suatu bahan atau melakukan suatu aktivitas , guna mencapai tujuan yang dikehendaki. Salah satu unsur penting untuk meningkatkan kualitas dan kompetensi pembelajaran yang direncanakan dan dikelola ialah pemahaman tentang konsep atau teori belajar.
Dalam melaksanakan proses pembelajaran, terdapat beberapa teori-teori agar proses pembelajaran dapat berlangsung dengan sebagai mestinya. Hal tersebut merupakan suatu pemahaman mengenai teori belajar dan pembelajaran untuk mencapai proses belajar mengajar yang akhirnya berdampak baik terhadap pencapaian prestasi belajar mengajar siswa.
Teori belajar menekankan hubungan antara variabel-variabel yang menetukan hasil belajar. Sedangkan teori pembelajaran menaruh perhatian bagaimana seseorang mempengaruhi orang lain agar terjadi proses belajar.
Dengan kata lain, teori pembelajaran mengungkapakan hubungan antara kegiatan pembelajaran dengan proses psikologis dalam diri siswa, sedangkan teori belajar siswa mengungkapkan hubungan antara kegiatan siswa dengan proses psikologis dalam diri siswa.
Teori pembelajaran harus memasukkan variabel metode pembelajaran. Bila tidak, maka teori itu bukanlah teori pembelajaran. Hal ini penting sebab banyak terjadi apa yang dianggap sebagai teori pembelajaran sebenarnya adalah teori belajar. Teori pembelajaran selalu menyebutkan metode pembelajaran sedangkan teori belajar sama sekali tidak berurusan dengan metode pembelajaran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar