paskibraka provinsi jambi 2010

paskibraka provinsi jambi 2010

Rabu, 28 November 2012

Anak Lamban Belajar (Slow Learner)


Pengertian Slow  Learner

                   Slow learner adalah anak dengan tingkat penguasaan materi yang rendah, padahal materi tersebut merupakan prasyarat bagi kelanjutan di pelajaran selanjutnya, sehingga mereka sering harus mengulang (Burton, dalam Sudrajat, 2008).
          Anak lamban belajar (slow learner) merupakan anak yang memiliki potensi intelektual sedikit di bawah normal, tetapi tidak termasuk anak tunagrahita (biasanya memiliki IQ sekitar 80 – 85). Dalam beberapa hal anak ini mengalami hambatan atau keterlambatan berpikir, merespon rangsangan dan kemampuan untuk beradaptasi, tetapi lebih baik dibanding dengan tunagrahita. Mereka membutuhkan waktu belajar lebih lama dibanding dengan sebayanya. Sehingga mereka memerlukan layanan pendidikan khusus.

B.            Ciri – ciri Anak Slow  Learner

          Anak slow learner memiliki ciri – ciri sebagai berikut :
1.         Berfungsinya kemampuan kognisi, hanya saja di bawah level normal.
2.        Cenderung tidak matang dalam hubungan interpersonal.
3.        Memiliki kesulitan dalam mengikuti petunjuk – petunjuk yang memiliki banyak langkah.
4.        Hanya memperhatikan saat ini dan tidak memiliki tujuan – tujuan jangka panjang.
5.        Hanya memiliki sedikit strategi internal, seperti kemampuan organisasional, kesulitan dalam belajar dan menggeneralisasikan informasi.
6.        Nilai – nilai yang biasanya buruk dalam tes prestasi belajar.
7.        Dapat bekerja dengan baik dalam hand – on materials, yaitu materi-materi yang telah dipersingkat dan diberikan pada anak, seperti kegiatan di laboratorium dan kegiatan manipulatif.
8.        Memiliki self – image yang buruk.
9.        Mengerjakan tugas – tugas dengan lambat.
10.    Menguasai keterampilan dengan lambat, beberapa kemampuan bahkan sama sekali tidak dapat dikuasai.
11.    Memiliki daya ingat yang memadai, tetapi mereka lambat mengingat.

C.           Klasifikasi

          Slow learner merupakan salah satu dari lima kesulitan belajar siswa (Sudradjat, 2008). Lima kesulitan itu antara lain :
1.    Learning disorder atau kekacauan belajar, yaitu keadaan di mana proses belajar seseorang terganggu akibat munculnya respon yang bertentangan.
2.    Learning disfunction, merupakan gejala di mana proses belajar yang dilakukan siswa tidak berfungsi dengan baik, meskipun sebenarnya siswa itu tidak mengalami subnormalitas mental.
3.    Under-achiever, mengacu pada siswa yang sesungguhnya memiliki tingkat potensi intelektual yang cenderung di atas normal, tetapi berprestasi belajar yang rendah.
4.    Learning disabilities, yaitu ketidakmampuan belajar yang mengacu pada gejala di mana siswa tidak mampu belajar atau menghindari belajar.
5.    Slow-learner, adalah siswa yang lambat dalam proses belajar, sehingga ia membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan sekelompok siswa lain yang memiliki taraf intelektual yang relatif sama.
          Penggolongan slow learner menurut masalah belajar anak :
1.        Anak dengan masalah konsentrasi
2.                Anak dengan masalah daya ingat
3.        Anak dengan masalah kognisi
4.        Anak dengan masalah sosial dan emosional

D.      Faktor Penyebab Slow Learner

          Slow learner memiliki hubungan yang sangat erat dengan IQ, maka terdapat dua faktor yang mempengaruhinya :
1.      Faktor Internal
·      Genetik / Hereditas
Berdasarkan 111 penelitian yang diidentifikasi dalam suatu survei pustaka dunia tentang persamaan inteligensi dalam keluarga (Atkinson, dkk, 1983, h. 133), terdapat korelasi antara IQ orangtua dan anaknya. Semakin tinggi proporsi gen yang serupa pada dua anggota keluarga, semakin tinggi korelasi rata-rata IQ mereka.
·      Biokimia
Disebabkan oleh zat – zat yang dapat merusak otak, misalnya : zat pewarna pada makanan, pencemaran lingkungan, gizi yang tidak memadai, dan pengaruh – pengaruh psikologis dan sosial yang merugikan perkembangan anak.
2.      Faktor Eksternal
·      Lingkungan
Efek lingkungan yang berbeda terhadap IQ, berdasarkan penelitian yang dilakukan Beyley bahwa status sosial – ekonomi keluarga mempengaruhi IQ anak (Atkinson, dkk, 1983, h. 137). Disimpulkan bahwa, individu dapat memiliki IQ sekitar 65 jika dibesarkan di lingkungan miskin, tetapi dapat memiliki IQ lebih dari 100 jika dibesarkan di lingkungan sedang atau kaya. Penelitian tersebut menjelaskan bahwa kondisi keluarga mempengaruhi bagaimana keluarga mengasuh anak mereka.
·      Strategi Pembelajaran
Penyebab utama problem anak lamban belajar (slow learner) berupa strategi pembelajaran yang salah atau tidak tepat, pengelolaan kegiatan pembelajaran yang tidak membangkitkan motivasi belajar anak dan pemberian ulangan penguatan yang tidak tepat.

E.            Cara Mengatasi Slow Learner

          Saat siswa tidak dapat menyelesaikan tugas pekerjaan rumah, tidak bisa mengerjakan soal ulangan, tidak bisa memahami intruksi – intruksi tugas yang diberikan, mereka sering diklasifikasikan sebagai anak yang  bodoh. Jika kata ”bodoh” itu terdengar oleh siswa yang bersangkutan akan menambah beban secara psikologis untuk beraktivitas di dalam proses pembelajaran. Kata bodoh sering dikonotasikan sebagai orang yang tidak memiliki pengetahuan. Alangkah bijaksanannya anak yang mendapat predikat bodoh kita klasifikasikan sebagai anak lambat belajar bukan anak bodoh yang mempunyai konotasi yang negatif. 
          Masalah-masalah yang mungkin bisa jadi penyebab anak lambat belajar antara lain karena masalah konsentrasi, daya ingat yang lemah, kognisi, serta masalah sosial dan emosional. Kecerdasan mereka memang di bawah rata-rata, tetapi mereka bukan anak yang tidak mampu, tetapi mereka butuh perjuangan yang keras untuk menguasai apa yang diminta di kelas reguler.
          Untuk mengatasi anak yang lamban belajar maka diperlukan metode belajar yang tepat bagi slow learner atau anak lamban belajar, yaitu :
1.      Pahami bahwa anak membutuhkan lebih banyak pengulangan, 3 sampai 5 kali, untuk memahami suatu materi daripada anak lain dengan kemampuan rata-rata. Maka, dibutuhkan penguatan kembali melalui aktivitas praktek dan yang familiar, yang dapat membantu proses generalisasi.
2.      Anak slow-learner yang tidak berprestasi dalam akademik dasar dapat memperoleh manfaat melalui kegiatan tutorial di sekolah atau privat. Tujuan tutorial bukanlah untuk menaikkan prestasinya, tetapi membantunya untuk optimis terhadap kemampuannya dan menghadapkannya pada harapan yang realistik dan dapat dicapainya.
3.      Adalah masuk akal dan dapat dibenarkan untuk memberi mereka kelas yang lebih singkat dan tugas yang lebih sederhana.
4.      Berusahalah untuk membantu anak membangun pemahaman dasar mengenai konsep baru daripada menuntut mereka menghafal materi dan fakta yang tidak berarti bagi mereka.
5.      Gunakan demonstrasi dan petunjuk visual sebanyak mungkin. Jangan membingungkan mereka dengan terlalu banyak verbalisasi. Pendekatan multisensori juga dapat sangat membantu.
6.      Jangan memaksa anak bersaing dengan anak dengan kemampuan yang lebih tinggi. Adakan sedikit persaingan dalam program akademik yang tidak akan menyebabkan sikap negatif dan pemberontakan terhadap proses belajar. Belajar dengan kerjasama dapat mengoptimalkan pembelajaran, baik bagi anak yang berprestasi atau tidak, ketika pemebelajaran tersebut mendukung interaksi sosial yang tepat dalam kelompok yang heterogen.
7.      Konsep yang sederhana yang diberikan pada anak pada permulaan unit instruksial dapat membantu penguasaan materi selanjutnya. Maka, dibutuhkan beberapa modifikasi di kelas.
8.      Anak sebaiknya diberi tugas, terutama dalam pelajaran sosial dan ilmu alam, yang terstruktur dan konkret. Proyek-proyek besar yang membutuhkan matangnya kemampuan organisasional dan kemampuan konseptual sebaiknya dikurangi, atau secara substansial dimodifikasi, disesuaikan dengan kemampuannya. Dalam kerja kelompok, slow-learner dapat ditugaskan untuk bertanggung jawab pada bagian yang konkret, sedang anak lain dapat mengambil tanggung jawab pada komponen yang lebih abstrak.
9.      Tekankan hal-hal setelah belajar, berikan insentif dan motivasi yang bervariasi.
10.  Berikan banyak kesempatan bagi anak untuk bereksperimen dan mempraktikkan konsep baru dengan materi yang konkret atau situasi yang menstimulasi.
11.  Pada awal setiap unit, kenalkan anak dengan materi-materi yang familiar.
12.  Sederhanakan petunjuk dan yakin bahwa petunjuk itu dapat dimengerti.
13.  Penting bagi guru untuk mengetahui gaya belajar masing-masing anak, ada yang mengandalkan kemampuan visual, auditori atau kinestetik. Pengetahuan ini memudahkan penerapan metode belajar yang tepat pada mereka.

F.            Pelayanan Pendidikan Bagi Slow Learner

          Pelayanan pendidikan dapat diberikan dengan memberikan bimbingan yang tepat bagi slow learner. Ada banyak hal yang bisa dilakukan oleh seorang guru dalam melakukan bimbingan terhadap siswa yang lambat belajar. Strategi – strategi yang bisa dilakukan oleh seorang konselor atau guru antara lain:
1. Bimbingan bagi anak dengan masalah konsentrasi
a) Ubahlah cara mengajar dan jumlah materi yang akan diajarkan.
Siswa yang mengalami masalah perhatian dapat ketinggalan jika materi yang diberikan terlalu cepat atau jika beban menumpuk dengan materi yang kompleks. Oleh karena itu, akan berguna bagi mereka untuk :
- Memperlambat laju presentasi materi
- Menjaga agar siswa tetap terlibat dengan memberi pertanyaan pada saat materi diberikan.
- Gunakan perangkat visul seperti membuat bagan/skema garis besar materi untuk memberikan gambaran pada siswa mengenai langkah-langkah atau bagian-bagian yang diajarkan.
b) Adakan pertemuan dengan siswa.
Siswa mungkin tidak menyadari peranan perhatian dalam proses pengajaran. Mereka juga tidak menyadari kalau perhatian merupakan bidang kesulitan tertentu bagi mereka. Dalam pertemuan ini seorang kita memberikan penjelasan dengan cara yang tanpa memberikan hukuman dan tanpa ancaman akan sangat berguna bagi siswa.
c) Bimbing siswa lebih dekat ke proses pengajaran.
Karena tanpa disadari kita telah mengalihkan perhatian kita dari siswa. Dengan membawa mereka dekat dengan kita secara fisik secara rafia akan membawa si anak lebih dekat kepada proses pengajaran.
d) Berikan dorongan secara langsung dan berulang-ulang.
Biarkan siswa tahu kalau anda melihatnya ketika sedang memperhatikan. Katakana kontak mata ketika pembelajaran berlangsung itu sangat penting. Cobalah berikan penghargaan atas kehadirannya. Bias juga dengan penghargaan verbal yang dilakukan dengan tenang, dan lembut. 
e) Utamakan ketekunan perhatian daripada kecepatan menyelesaikan tugas.
Siswa mungkin merasa kecil hati dan tidak diperhatikan bila mereka dihukum karena tidak menyelesaikan tugas secepat orang lain. Membuat penyesuaian dan jumlah tugas yang harus diselesaikan maupun waktu yang disediakan untuk menyelesaikan tugas berdasar kemampuan individu mengkin akan sangat membantu dan mendorong bagi sebagaian siswa.
f) Ajarkan self-monitoring of attention.
Melatih siswa untuk memonitor perhatian mereka sendiri sewaktu-waktu dengan menggunakan timer atau alarm jam. Mengajarkan mereka untuk mencatat berbagai interval apakah mereka memberikan perhatian atau tidak pada saat pengajaran. Catatan ini akan membantu menciptakan perhatian yang lebih besar bagi kebutuhan dalam memfokuskan perhatian.
2. Bimbingan bagi anak dengan masalah daya ingat
a) Ajarkan menggunakan highlighting atau menggaris bawahi dengan penanda.  Untuk membantu memancing ingatan. Mereka harus diberi tahu cara memilih tajuk bacaan, kalimat dan istilah kunci untuk diberi garis bawah atau tanda dengan highlighter. Kemudian me-review dari bacaan yang di sudah digaris bahawahi tadi.
b) Perbolehkan menggunakan alat bantu memori (memory aid). Yang mana alat-alat itu bias berfungsi bagi mereka sebagai alat pengingat dan bias jadi juga sebagai alat pengajaran.
c) Biarkan siswa yang mengalami masalah sulit mengingat untuk mengambil tahapan yang lebih kecil dalam pengajaran. Misalnya dengan membagi tugas-tugas kelas dan rumah atau dengan memberikan tes kemampuan penguasaan lebih sering.
d) Ajarkan siswa untuk berlatih mengulang dan mengingat. Misalnya dengan memberikan tes langsung setelah pelajaran disampaikan.
3. Bimbingan bagi anak dengan masalah kognisi
a) Berikan materi yang dipelajari dalam konteks “high meaning”.
 Ini berguna untuk mengetahui apakan siswa memahami arti bacaan mereka atau arti suatu pertanyaan mengenai materi baru. Pengertian dapat diperkokoh dengan menggunakan contoh, analogi atau kontras.
b) Menunda ujian akhir dan penilaian.
Perlu memberikan umpan balik dan dorongan yang lebih sering bagi siswa berkesulitan belajar. Evaluai terhadap tugas mereka sebagai tambahan pengajaran akan sangat membantu. Dengan kata lain, suatu kesadaran yang konstan mengenai siswasiswa ini akan membentuk kepercayaan diri dan kemampuan mereka. Bagi sebagian siswa, menunda ujian akhir mereka sampai siswa menguasai sepenuhnya materi yang dipelajari, mungkin merupakan cara terbaik.
c) Temapatkan siswa dalam konteks pembelajaran yang “tidak pernah gagal”.
Siswa berkesulitan belajar seringkali mempunyai sejarah kegagalan disekolah. Biasanya mereka memiliki perasaan akan gagal (sense of failing) dalam berbagai hal yang mereka lakukan. Memutuskan rantai kegagalan dan menciptakan cipta diri (sense of self) baru bagi siswa ini merupakan sesuatu yang paling penting bagi guru untuk melakukannya. Pada setiap tugas atau
kemampuan siswa harus ditarik kembali kepada masalah diman tugas dapat dilakukan tanpa kegagalan.
4. Bimbingan bagi anak dengan masalah social dan emosional
a) Buatlah sistem perhargaan kelas yang dapat diterima dan dapat diakses.
Siswa berkesulitan belajar perlu memahami sistem penghargaan ini dikelas dan merasa ikut serta di dalamnya. Jangan sampai siswa yang berkesulitan melajar merasa “out laws”, mereka yang tidak memilki kesempatan untuk mendapatkan penghargaan yang diterima siswa lain. Untuk memahami bagaimana mereka bisa mendapatkan penghargaan yang baik, para siswa disini perlu diberi pemahaman tentang bagaimana cara mendapatkan keuntungan sosial dari sikap positif dan hubungan sosial yang baik dikelas.beberapa siswa mungkin ingin pembuktian langsung dikelas.
b) Membentuk kesadaran tentang diri dan orang lain.
Sebagian siswa yang berkesulitan beljar tidak memilki kesadaran yang jelas pada sikapnya sendiri serta dampaknya pada orang lain. Membantu siswa ini menjadi lebih mengenal sikap mereka dan dampaknya pada orang lain merupakan kesempatan yang brarti bagi perkembangan sosial dan emosional. Berbicara terbuka dan penuh perhatian kepada siswa ini mengenai sikapnya juga dapat menjadi langkah penting dalam membentuk hubungan yang saling percaya di antara mereka.
c) Mengajarkan sikap positif.
 Ketika siswa berkesulitan belajar menjadi lebih sadar terhadap sikapnya dan mendapat pemahaman yang lebih baik atas interaksi dengan orang lain, mereka akan merespon dengan baik intruksi-intruksi tentang cara membentuk hubungan yang baik dan sense of self (citra diri) yang lebih positif.
d) Minta bantuan.
Jika sikap seorang siswa berkesulitan belajar sangat tidak layak atau sikap negatifnya tetap ada ketika semua cara telah dicoba, jangan ragu minta bantuan. Cari bantuan pada teman sejawat disekolah yang mungkin dapat memberikan bantuan dalam menjelaskan masalah-masalah sosial dan emosional, serta mencari solusi mengenai kesulitan tersebut. Pertolongan ini bisa datang dari psikolog, konselor, orang tua, guru, dan kepala sekolah. Yang terpenting seorang pendidik memahami bahwa minta bantuan bukan tanda kelemahan atau ketidakmampuan.

Pengembangan Kegiatan Pengembangan PAUD


Model-model Pengembangan Kegiatan Pengembangan
A.     Model pendidikan TK Atraktif
Model pendidikan Tk Atraktif ini muncul pada tahun 1999.Pada hakikatnya merupakan suatu upaya untuk mengembalikan TK pada fungsinya sebagai sebuah “taman yang paling indah”,menyenangkan,menarik,dan merangsang anak untuk bermain tetapi sambil belajar.
Seperti yang sudah diuraikan di atas, bahwa tujuan pokok dari pengembangan TK atraktif ialah mengembalikan dan menempatkan TK pada fungsinya yang hakiki sebagai sebuah taman. Secara khusus, pengembangan TK atraktif bertujuan untuk:
  • Menanamkan filosofi pelaksanaan pendidikan di Taman Kanak-kanak. Filosofi pendidikan TK telah disusun dan dituangkan dengan indahnya dalam mars lagu TK. Mars TK bukan hanya sekedar dinyanyikan, tapi merupakan pengejawantahan isi dan makna yang tertuang dalam lagu tersebut. TK adalah “taman yang paling indah”, secara filosofi seharusnya menjiwai pelaksanaan pendidikan TK dengan berbagai bentuk kegiatan yang indah, menarik dan menyenangkan anak. “Tempat bermain”, yaitu melalui bermain anak akan “berteman banyak”, urrtuk mempelajari karakter, keinginan, sikap, dan gayatingkah laku masing-masing.
  • Menyebarkan wawasan tentang pelaksanaan pendidikan TK yang atraktif. Tingginya derajat penyimpangan TK mengharuskan perlunya secara intensif penyebaran wawasan dan pemahaman tentang makna dan proses pendidikan TK atraktif.
  • Mengubah sikap dan perilaku guru yang belum sesuai dengan kerakteristik pendidikan di TK.
  • Mendorong munculnya inovasi dan kreativitas guru dalam menciptakan dan mengembangkan iklim pendidikan yang kondusif di TK.
Selanjutnya suatu Taman Kanak-kanak dapat dikatakan atraktif apabila memenuhi 3 persyaratan yang disebut sebagai 3 pilar utama.
Pilar pertama: Penataan lingkungan, baik di dalam maupun diluar kelas. Walaupun penataan lingkungan di TK sudah ada dalam buku pedoman sarana pendidikan TK. Namun bagi seorang guru yarrg kreafif, tidak ada sejengkal ruangan yang tidak bisa dijadikan sarana pengembangan anak. Segi penataan lingkungan di dalam kelas, setiap ruangan, mulai dari lantai, dinding, rak buku, jendela, sampai langit-langit dapat dibuat menjadi atraktif. Begitu juga segi penataan lingkungan di luar kelas, mulai dari pintu gerbang, jalan menuju kelas, tanaman hias, apotik hidup, kandang binatang ternak, saluran air, tempat sampah, papan pengumuman, ayunan, jungkitan, papan luncur sampai terowongan semuanya bisa dirancang atraktif. Contoh: Pintu gerbang- bisa dibentuk menjadi bentuk ikan hiu, harimau atau ayam.
Pilar kedua: Kegiatan bermain dan -alat permainan edukatif, Merancang, dan mengembangkan berbagai jenis alat permainan edukatif, bagi guru yang kreatif akan menggunakan bahan-bahan yang terdapat di lingkungan sekitar anak, misalnya terbuat dari koran, kardus, biji kacang hijau, batang korek api, lilin, gelas aqua dan sebagainya. Demikian pula pada kegiatan pengembangan kemampuan anak, akan dikemas oleh guru menjadi kegiatan yang menarik. dalam suatu Kegiatan Belajar Mengajar (KBM), contohnya dalam pembukaan ada kegiatan brainstorming, dalam proses permainan ada kegiatan fun cooking, sandal making, story reading, atau story telling.
Pilar ketiga: Ada interaksi edukatif yang ditunjukkan guru. Guru TK harus memahami dan melaksanakan tindakan edukatif yang sesuai dengan usia perkembangan anak. Mulai dari. pembukaan kegiatan proses KBM sampai penutup kegiatan. Tindakan guru dapat dimulai dengan memberikan teladan, misalnya cara duduk, membuang sampah etika makan, berpakaian, berbicara dan sebagainya. Demikian pula cara bertindak, misalnya memberi pujian dan dorongan pada anak, menunjukkan kasih sayang dan perhatian hendaknya adil.
Beberapa Model Pendidikan TK Atraktif
1.         Pengajaran Suara, Bentuk, dan Bilangan
2.         Permainan Spielforme
3.         Sistem pengajaran sentra
4.         Pengajaran Proyek

B.      Model Pengembangan Kecakapan Hidup
Model ini diharapkan mampu mengembangkan kemampuan atau kecakapan hidup yang pada hakikatnya menempatkan anak didik sebagai pelaku belajar.Anak didik mempunyai kesempatan untuk belajar lebih aktif baik fisik maupun mental.

Model pembelajaran aktif adalah model pembelajaran yang membuat anak didik melakukan :
1)      Perbuatan untuk Beroleh Pengalaman
Anak didik akan belajar banyak melalui perbuatan karena beroleh pengalaman langsung . Dengan berbuat , anak didik mengaktifkan lebih banyak indera dari pada hanya mendengarkan .
2)      Interaksi
Kecakapan berinteraksi akan dimiliki oleh anak didk apabila pelajaran belangsung dalam suasana interaksi (berdiskusi , saling bertanya dan saling menjelaskan)
3)      Komunikasi
Pengungkapan pikiran dan perasaan , baik secara lisan maupun tilisan , merupakan kebutuhan setiap manusia dalam rangka mengungkapkan dirinya untuk mencapai kepuasan.
4)      Refleksi
Refleksi dapat terjadi akibat dari interaksi dan komunikasi.Agar pembelajaran dapat menciptakan suasana yang mampu menumbuhkembangkan “kecakapan hidup” anak didik,maka hendaknya guru sbb :
·         Terbuka
·         Membiasakan anak didik untuk mendengarkan apabila guru atau anak didik lain sedang berbicara
·         Menghargai perbedaan pendapat
·         Sabar menghadapi kesalahan anak didik dan mendorong anak didik untuk memperbaikinya
·         Menumbuhkan rasa percaya diri anak
·         Tidak terlalu cepat membantu anak didik
·         Tidak kikir untuk memuji
·         Tidak menertawakan hasil karya anak didik
·         Mendorong anak didik untuk tidak takut salah dan berani menanggung resiko

C.      Model Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang mengutamakan kerjasama diantara siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Model pembelajaran kooperatif memiliki ciri-ciri:
1) untuk menuntaskan materi belajarnya, siswa belajar  dalam kelompok secara kooperatif,
 2) kelompok dibentuk dari siswa-siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah,
3) jika dalam kelas terdapat siswa-siswa yang terdiri dari beberapa ras, suku, budaya jenis kelamin yang berbeda, maka diupayakan agar dalam tiap kelompok terdiri dari ras, suku, budaya, jenis kelamin yang berbeda pula, dan
4) penghargaan lebih diutamakan pada kerja kelompok dari pada perorangan.
Dalam pembelajaran kooperatif, dua atau lebih individu saling tergantung satu sama lain untuk mencapai suatu tujuan bersama. Menurut Ibrahim dkk.  siswa yakin bahwa tujuan mereka akan tercapai jika dan hanya jika siswa lainnya juga mencapai tujuan tersebut. Untuk itu setiap anggota berkelompok bertanggung jawab atas keberhasilan kelompoknya. Siswa yang bekerja dalam situasi pembelajaran kooperatif didorong untuk bekerjasama pada suatu tugas bersama dan mereka harus mengkoordinasikan usahanya untuk menyelesaikan tugasnya.
Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran penting. Menurut Depdiknas tujuan pertama pembelajaran kooperatif, yaitu meningkatkan hasil akademik, dengan meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademiknya. Siswa yang lebih mampu akan menjadi nara sumber bagi siswa yang kurang mampu, yang memiliki orientasi dan bahasa yang sama. Sedangkan tujuan yang kedua, pembelajaran kooperatif memberi peluang agar siswa dapat menerima teman-temannya yang mempunyai berbagai perbedaan latar belajar. Perbedaan tersebut antara lain perbedaan suku, agama, kemampuan akademik, dan tingkat sosial. Tujuan penting ketiga dari pembelajaran kooperatif ialah  untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa. Keterampilan sosial yang dimaksud antara lain, berbagi tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat orang lain, memancing teman untuk bertanya, mau menjelaskan ide atau pendapat, bekerja dalam kelompok dan sebagainya.
Menurut Ibrahim, dkk. pembelajaran kooperatif memiliki dampak yang positif untuk siswa yang hasil belajarnya rendah sehingga mampu memberikan peningkatan hasil belajar yang signifikan. Cooper mengungkapkan keuntungan dari metode pembelajaran kooperatif, antara lain: 1) siswa mempunyai tanggung jawab dan terlibat secara aktif dalam pembelajaran, 2) siswa dapat mengembangkan keterampilan berpikir tingkat tinggi, 3) meningkatkan ingatan siswa, dan 4) meningkatkan kepuasan siswa terhadap materi pembelajaran.
Menurut Ibrahim, unsur-unsur dasar pembelajaran kooperatif sebagai berikut: 1) siswa dalam kelompok haruslah beranggapan bahwa mereka sehidup sepenanggungan bersama, 2) siswa bertanggung jawab atas segala sesuatu didalam kelompoknya, 3) siswa haruslah melihat bahwa semua anggota didalam kelompoknya memiliki tujuan yang sama, 4) siswa haruslah membagi tugas dan tanggung jawab yang sama di antara anggota kelompoknya, 5) siswa akan dikenakan evaluasi atau diberikan penghargaan yang juga akan dikenakan untuk semua anggota kelompok, 6) siswa berbagi kepemimpinan dan mereka membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya, dan 7) siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara  individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.

Prosedur Pengembangan Kegiatan

A.     Model pendidikan TK Atraktif
1.    Prosedur metode Pengajaran Suara,Bentu dan Bilangan
a.      Rancanglah Satuan Kegiatan Mingguan sesuai dengan tema
b.      Perhatikan susunan kemampuan dan kegiatan pada masing-masing hari serta tema yang dipegunakan pada minggu tsb.contoh :
Senin
Tema : tanaman
Daya pikir 2 (membilang dengan benda-benda)
Ketrampilan 10(mewarnai bentuk gambar sederhana)
Jasmani 4 (berlari lurus,angkat tumit)
c.       Kelompok-kelompokkan kemampuan tersebut ke dalam kategori suara , bentuk dan bilangan
d.      Susunlah rancangan kegiatan bermain sambil belajar serta alat permainan yang digunakan dengan memperhatikan tema yang digunakan.

2.      Metode Permainan Spielformen
Alat-alat permainan spielformen tepat untuk mengembangkan auditori,visual,motorik dan kreatifitas pada anak usia TK.Dengan konsep ini memang lebih memfokuskan anak kepada permainan.adapun pengembangan lainnya secara terpadu dikaitkan dengan Spielformen yang dibuat anak.langkah-langkah yang harus diperhatikan guru :
a.      Perhatikan komposisi kemampuan dalam SKM
b.      Tentukan fokus kemampuan yang dapat dikembangkan dg Spielformen
c.       Rancanglah bentuk permainan Spielformen pada kemampuan tersebut.
d.      Buatlah bentuk permainan pada masing-masing kemampuan lainnya dengan titik tolak pada permainan pokok
e.      Susunlah hasil Spielformen anak pada tempat pemajangan hasil karya anak.

3.    Sistem Pengajaran Sentra
a) Ruangan kelas
Ruangan kelas dapat dimodifikasi menjadi kelas-kelas kecil, yang disebut ruangan vak atau sentra-sentra. Setiap ruangan vak atau sentra. terdiri atas satu bidang pengembangan. Ada sentra bahasa, sentra daya pikir, sentra daya cipta, sentra agama, sentra seni, sentra kemampuan motorik. Contohnya pada sentra bahasa terdapat bahan, alat-alat, serta sumber belajar seperti tape recorder, alat pendengar, kaset, alat peraga, gambar, dan sebagainya.
Pada sentra daya pikir berisi bahan-bahan ajar seperti alat mengukur, manik-manik, lidi untuk menghitung, gambar-gambar, alat-alat geometris, alat-alat laboratorium atau majalah pengetahuan. Demikian pula pada sentra khusus seperti sentra balok, sentra air, sentra musik atau sentra bak pasir.
b) Guru
Setiap guru harus mencintai dan menguasai bidang pengembangan masing-masing. Guru harus memberi penjelasan secara umum kepada murid-murid yang mengunjungi sentranya sesuai dengan tema yang dipelajari. Memberi pengarahan, mengawasi dan mempematikan murid-murid ketika menggunakan alat-alat sesuai dengan materi yang dipelajarinya. .Selanjutnya menanyakan kesulitan yang dialami murid-murid dalam mengerjakan materi tersebut. Selain dari itu guru sentra harus menguasai perkembangan setiap murid dalam mengerjakan berbagai tugas s’ehingga dapat mengikuti tempo dan irama perkembangan setiap murid dalam menguasai bahan-bahan pengajaran atau tugas perkembangannya.
c) Bahan dan Tugas
Bahan pengajaran setiap sentra terdiri dari bahan minimal dan bahan tambahan. Bahan minimal yaitu bahan pengajaran yang berisi uraian perkembangan kemampuan minimal yang harus dikuasai setiap anak sesuai tingkat usianya. Bahan ini harus dikuasai anak dan merupakan target kemampuan minimal dalam mempeiajari setiap sentra tertentu.
Bila anak sudah menguasai bahan pengajaran minimal, dapat memperoleh bahan pengajaran tambahan, yang merupakan pengembangan atau pengayaan dari pengajaran minimal. Pengayaan ini diberikan bisa secara individu maupun kelompok pada anak yang menguasai bahan minimal pada satuan waktu yang relatif sama. Bahan pengayaan ini tentu saja disesuaikan dengan kondisi lingkungan, dengan demikian anak dipersiapkan untuk menghadapi kehidupan sesuai dengan kenyataan dengan penuh tanggungjawab.
Bahan setiap sentra hendaknya terintegrasi dengan sentra lainnya. Di bawah ini merupakan contoh adanya integrasi antar sentra bidang pengembangan.
Tema : Tanaman
Sentra bahasa: Dramatisasi “Fun Cooking”
Sentra musik: bernyanyi menanam jagung
Sentra Aritmatika: belanja dan menghitung sayur-sayuran
Sentra air: memelihara dan merawat tanaman
d) Murid dan Tugasnya
Setiap murid akan mendapat tugas dan penjelasan secara klasikal. Masing-masing murid dapat memilih sentra yang akan diikutinya. la bebas menentukan waktu dan menggunakan alat-alat untuk menyelesaikan tugasnya. Setiap murid tidak boleh mengerjakan tugas lain sebelum tugas yang dikerjakannya selesai.Untuk mengembangkan sosiobilitas, murid boleh mengerjakan tugas tertentu bersama-sama. Dengan cara ini murid akan mempunyai kesempatan bersosialisasi, bekerja sama, tolong menolong satu dengan lainnya. Murid yang dapat menyelesaikan suatu tugas atau sudah menguasai bahan minimal, ia dapat meminta tugas tambahan dengan memilih kegiatan lain yang digemarinya. Agar perbedaan setiap murid tidak terlalu jauh, guru dapat menetapkan bahan maksimal pada setiap pokok bahasan. Bila murid tidak dapat menyelesaikannya di sekolah, karena suatu hal, maka guru dapat memberi izin untuk menyelesaikannya di rumah.
e) Penilaian Kemajuan Murid
Untuk menilai kemajuan murid digunakan tiga jenis kartu penilaian, yaitu kartu kemajuan individu, kartu rekapitulasi (mingguan, bulanan, catur wulan) dan kartu rekapitulasi laporan perkembangan setiap murid.




4.      Pengajaran Proyek
Bentuk ateraktif dari model pendidikan learning by doing dapat terlihat dari pelaksanaan pengajaran proyek.Metode pengajaran proyek dilaksanakan dengan menggunakan lima langkah sbb :
·         Langkah persiapan
·         Pendahuluan
·         Perjalanan sekolah atau survei
·         Pengolahan data
5.      Pameran
Sesuai dengan rencana , pameran dirancang dan dilaksanakan dari dan oleh anak sendiri.Anaklah yang menyusun meja dan kursi sehingga menjadi satu stand pameran.Guru lebih bertindak sebagai pengawas dan pembimbing anak dalam mempersiapkan pameran sebaik mungkin.

B.      Model Pengembangan Kecakapan Hidup
Pelaksanaan dari model ini diintegrasikan ke dalam tiga bidang pengembangan ,yaitu:
·         Pengembangan moral dan nilai-nilai agama
·         Pengembangan sosial dan emosi
·         Pengembangan kemampuan dasar

C.      Model Pembelajaran Kooperatif
Metode pembelajaran kooperatif tidak hanya menitik beratkan pada kerja kelompok saja,tetapi lebih pada struktur dan perencanaan yg disusun dengan baik.Salah satu yang harus diperhatikan dalam penerapan metode ini adalah pengelolaan kelas,tujuannya untuk membina anak didik mengembangkan minat dalam bekerja sama dan berinteraksi dengan anak lainnya.Dalam pengelolaan kelas ini ada tiga hal yang harus diperhatikan yaitu pengelompokkan , semangat gotong royong,dan penataan ruang kelas.

Prinsip-Prinsip Pengembangan Kegiatan Pengembangan TK

Penggunaan suatu model pembelajaran harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan anak.
 1.Bermain Sambil Belajar Dan Belajar Seraya Bermain  Sesuai Dengan Perkembangan Anak
 
2. Berpusat Pada Anak
3. Menggunakan Pendekatan Tematik
 
4. Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, Dan Menyenangkan (PAKEM)
 
5. Mengembangkan Kecakapan Hidup
 
6. Menyediakan Lingkungan Yang Kondusif
 
7. Dinamis Dan Dialogis
 
8. Bermakna

Masa Bayi


Perkembangan anak usia dini harus selalu dilatih agar tidak terhenti dari satu tahap ketahap berikutnya. Begitu pula dengan perkembangan fisik motorik anak. Perkembangan fisik motorik anak dimulai dari sebelum kelahiran hingga menjadi anak- anak. Dalam setiap tahap perkembangannya anak selalu butuh rangsangan.
Masa bayi adalah masa dimana ia mulai melakukan perkembangannya. Dari perkembangan fisik motorik, kognititf, bahasa dll. Masa bayi dimulain sejak ia lahir sampai usia kurang dari lima tahun atau biasanya disebut balita. Dalam masa ini pendidik harus pandai- pandai merangsang perkembangan anak salah satunya adalah fisik motorik.
Oleh karena itu, dalam pembahasan bab ini akan diulas tentang masa bayi. Masa bayi yang harus dikembangkan dalam perkembangannya ialah perkembangan fisik/motorik, kognitif dan sosio-emosional. Selain itu juga terdapat contoh- contoh dari beberapa penelitian yang dilakukan oleh para ahli.

MASA BAYI
Masa bayi adalah suatu masa yang penting dalam perkembangan manusia. Setiap orang akan mempunyai laju perkembangannya sendiri, namun dalam garis besarnya terdapat persamaan-persamaan sehingga proses pertumbuhan dan perkembangan dapat dikelompokkan ke dalam beberapa masa. Para ahli perkembangan (Mussen et al, 1979, dan Piaget 1950, 1979) memberikan batasan 18 sampai 24 bulan bagi masa bayi, dimana terjadi perubahan-perubahan yang cepat dan khas sifatnya. Sejak umur 2 tahun seorang anak sudah dapat menunjukkan fungsi kognitif yang memadahi sehingga Mussen berpendapat bahwa dengan itu masa bayi selesai dan mulailah masa kanak-kanak. Masih ada alasan-alasan lain, namun cukup kiranya apabila kita memakai batasan 0 – 2 tahun bagi masa bayi.
A.                      PERKEMBANGAN FISIK
Berbeda dengan anggapan umum selama ini, seorang bayi yang baru lahir sudah dapat melihat walaupun belum jelas, lidahnya dapat merasa, ia dapat mencium bau dan merasakan sakit serta sistem motorik merekapun sudah cukup berkembang. Bayi yang baru lahir juga mempunyai  beberapa refleks bawaan yang diturunkan secara genetik yang fungsinya adalah untuk mempertahankan hidup dalam menghadapi lingkungan (survival).
1.                        Pertumbuhan dan perkembangan fisik bayi
Pada saat lahir, seorang bayi rata-rata memiliki berat badan 3 kg dan panjang badan 50 cm. Ia segera tumbuh dengan cepat dengan kecepatan pertumbuahan yang berlainan untuk berbagai bagian tubuhnya. Ketika  mencapai usia 2 tahun, seorang bayi telah mencapai setengah dari tinggi badannya saat dewasa nanti (bayley, 1956). Dalam tahun pertama, badan bayi tumbuh pesat dan setelah usia 1 tahun sampai pubertas tungkailah yang tumbuh pesat. 



a)                        Refleks
Refleks adalah reaksi yang “sudah ada” (built in) yang bekerja atas timbulnya rangsangan tertentu, yang memungkinkan seorang bayi berespon terhadap lingkungan sebelum ada proses pembelajaran. Refleks mengatur gerakan-gerakan bayi yang masih bersifat otomatis dan tidak dibawah kontrol anak. Misalnya adalah refleks menghisap: seorang bayi akan menghisap setiap barang yang diletakkan dimulutnya. Refleks ini memungkinkan seorang bayi untuk mendapat makanan sebelum ia belajar mengasosiasikan puting susu dengan makanan.
Salah satu refleks yang penting adalah refleks moro, yang berasal dari nenek moyang kita yang masih primitif. Refleks ini juga mempunyai nilai ”survival”. Jika seorang neonatus disentuh secara kasar, mendengar suara yang keras, melihat sinar yang menyilaukan, maka ia akan terkejut, mengedikkan punggung,   mengadahkan kepala, merentangkan tangan dan kaki lalu merapatkan ketubuh serta membungkukkan seluruh tubuh seakan-akan sedang jatuh dan menangis. Bayi akan tenang jika kita menekan salah satu bagian tubuhnya dan  melipat salah satu lengannya.Refleks moro akan menghilang pada bulan ketiga atau keempat.
Beberapa refleks yang ada sejak lahir seperti refleks batuk, mengedipkan mata serta menguap akan ada sampai akir hayat, karena orang dewasapun juga membutuhkannya. Dengan berkembangnya fungsi otak dan dengan meningkatnya pengaruh kemauan terhadap perilaku bayi, maka beberapa refleks menghilang atau tergabung ke dalam gerakan secara sadar yang dipengaruhi oleh kemauan. Contohnya ialah refleks menggenggam. Apabila tangan bayi disentuh, maka ia akan melakukan refleks menggenggam, namun setelah bulan ketiga gerakan menggenggam akan dilakukan secara sadar, seringkali karena rangsangan visual. Semakin berkembang kemampuan motorik si bayi, gerakan menggenggamnya makin terarah, ia akan memegang benda yang menarik perhatiannya, memanipulasi dan mengeksporasi benda tersebut.

b)                       Siklus kegiatan bayi
Pola kegiatan neonatus berbeda dari orang dewasa. Kira-kira dua pertiga harinya digunakan untuk tidur yang terbagu kedalam beberapa waktu dan mereka tidak tidur panjang antara jam sepuluh malam sampai pagi. Dalam setiap rentang waktu 4 jam, mereka sadar dan tenang sekitar 30 menit. Mereka buang air kecil sampai 18 kali sehari dan buang air besar 3 sampai 7 kali sehari. Pada usia 1 bulan barulah mereka lebih lama tidur diwaktu malam. Pada bulan keempat barulah pola tidur mereka  menyerupai tidur orang dewasa walaupun jumlah jam tidur mereka masih lebih tinggi yaitu tidur panjang diwaktu malam dan lebih aktif serta terjaga pada waktu siang hari.
Untuk mengetahui dan memahami pola hidup bayi para ahli perkembangan membagi keadaan bayi itu ke dalam beberapa klasifikasi. Berikut akan dijabarkan skema yang disusun brown, 1964, (dalam Santrock 1990:142 ).

(1)                     Tidur lelap. Bayi tidur diam dengan mata tertutup , pernafasan teratur, tidak bersuara dan tidak berespon terhadap rangsang dari luar.
(2)                     Tidur biasa. Bayi bergerak-gerak sedikit, pernafasan mungkin berbunyi, ritme nafas teratur atau tidak teratur.
(3)                     Tidur gelisah. Bayi tampak melakukan berbagai gerakan, matanya tertutup namun kelopaknya mungkin berkedip-kedip , pernafasan tidak teratur dan mungkin bayi mengeluarkan suara-suara  mendesah/mengeluh.
(4)                     Mengantuk. Mata bayi terbuka atau separuh terbuka, gerakan hanya sedikit, dan bayi lebih banyak bersuara.
(5)                     Terjaga dan aktif. Inilah keadaan dimana orangtua menganggap bayinya sudah bangun. Mata bayi terbuka dan tatapannya terang, ia melakukan berbagai gerak bebas, ia mungkin agag rewel, kulitnya agak memerah dan pernafasan dapat menjadi tidak teratur jika bayi tegang.
(6)                     Terjaga dan terarah. Keadaan ini biasanya terlihat pada bayi yang sudah lebih tua dan jarang pada neonatus. Mata bayi terbuka lebar ada kegiatan motorik yang terarah krpada sesuatu seperti suara atau rangsangan cahaya.
(7)                     Terjaga dengan perhatian terpaku. Bayi dalam keadaan terjaga tapi tidak bereaksi terhadap rangsang dari luar. Contohnya pada saat bayi menyusu atau menangis. Pada waktu menangis bayi ada yang bergerak-gerak tetapi dalam keadaan terpejam.
Skema – skema seperti diatas sangat membantu para peneliti untuk memantau berbagai aspek perkembangan bayi.


c)                        Perkembangan motorik bayi
Seorang bayi menunjukkan perkembangan motorik kasar, yaitu yang berkaitan dengan otot-otot besar yang dipergunakan untuk menggerakkan lengan atau untuk berjalan dan perkembangan morik halus yang berkaitan dengan gerakan – gerakan halus seperti keterampilan jari tangan.
Pada waktu lahir seorang bayi belum menunjukkan adanya koordinasi gerak pada dada atau lengan. Pada bulan kedua sudah tampak kemampuan untuk mengangkat dada dalam posisi tengkurap. Juga tampak kemampuan untuk mencoba meraih benda-benda yang tampak olehnya walaupun belum mengena dengan tepat karena koordinasi antara penglihatan dan gerak memegang belum sempurna. Dalam bulan ketiga dan keempat tampak kemajuan-kemajuan dalam kontrol gerak. Pada bulan kelima, bayi mulai dapat duduk walaupun masih harus dibantu, dan dalam bulan keenam bayi sudah dapat duduk sendiri. Pada bulan ketujuh bayi mulai merangkak, dan pada bulan kedelapan mereka mulai berdiri. Kira-kira pada bulan kesebelas mereka sudah dapat berjalan. Bahkan pada bulan keduapuluh empat mereka sudah dapat naik sepeda roda tiga (White, 1988).

d.            Perkembangan Otak
   Ketika seorang bayi menangis, tersenyum, atau mengerutkan dahinya , menggoyang-goyangkan benda yang digenggamnya, “berbicara” dan berjalan maka didalam otaknya terjadi pula perubahan - perubahan penting. Bermula sebagai makhluk bersel satu, pada saat lahir seorang bayi sudah mempunyai otak dan sistem syaraf yang terdiri dari kira- kira 100 triliyun sel syaraf. Saat lahir seorang bayi boleh dikatakan sudah mempunyai seluruh sel syaraf  yang dinamakan neuron. Namun hubungan- hubungan antara sel-sel  syaraf itu belum berkembang dan belum tertata dengan baik dalam diri seorang bayi. Serabut- serabut penghubung antara neuron (dendrit) tumbuh secara pesat, begitu pula dengan perkembangan neurotransmitter yaitu substansi kimia yang sangat kecil yang berfungsi menyalurkan rangsangan atau informasi dari satu neuron ke neuron lain (santrock,1990:149).
2.                        kebutuhan gizi dan kebiasaan pemberian masa bayi
Kalori dan nilai gizi yang cukup yang diberikan dengan penuh kasih sayang adalah suatu persyaratan yang sangat penting bagi tumbuh kembang bayi  (pipes, 1988).  Bayi bertambah tinggi 50% dari tinggi awalnya dan meningkat tiga kali lipat.
Sehingga air susu ibu atau ASI adalah sumber gizi bayi, dan para ahli sepakat bahwa ASI adalah makanan yanng terbaik bagi bayi, bahkan jauh lebih baik daripada susu botol atau susu kaleng (lozoff,1989;walton & vallelunga,1989;worthington-roberts,1988). Bayi yang mendapat ASI lebih cepat pertumbuhannya daripada bayi yang mendapat susu botol. Namun, juga tidak ada bukti bahwa pemberian susu botol akan mengganggu bayi secra psikologis.
Timbulnya kemampuan motorik halus dan tanda- tanda akan berbicara merupakan pertanda bahwa bayi sudah boleh diberikan makanan lunak dan padat. Pada usia antara 4- 6 bulan , ketika bayi sudah mulai meraih benda- benda dan memasukannya kemulutnya maka bayi boleh diberi makanan lunak. Jika ia mulai menunjukkan gerakan mengunyah, maka makanan setengah padat dapat diberikan ke bayi.
Sampai sekarang, diseluruh dunia masih banyak ditemukan keadaan kekurangan gizi pada bayi, baik dinegara maju maupun negara berkembang. Hal ini disebabkan karena tingkat ekonomi yang rendah  juga karena bayi terlalu cepat disapih. Berat badan bayi akan sangat rendah, otot-ototmya mengisut mengalami atropi yaitu suatu keadaan yang disebut marasmus dimana jaringan tubuh akan susut dan apabila tidak ditolong akan berakhir dengan kematian. Penelitian bayley (1970) menunjukkan bahwa anak- anak yanng sejak bayi menderita kekurangan gizi, akan memperoleh nilai yang lebih rendah dalam tes intelegensi dibandingkan dengan anak- anak yang bergizi cukup. Keadaan gizi dari ibu hamil juga sangat mempengaruhi perkembangan bayi.
3.                        Perkembangan Panca indera dan perkembangan persepsi
Bayi yang sudah lahir memiliki panca indera yang berfungsi. Hasil penginderaan pada masing- masing alat penginderaan ialah sensasi dan hasil pengolahan sensasi oleh otak disebut persepsi (interpretasi seseorang atas sensasi yang diterima oleh panca indera).
Sensasi terjadi apabila rangsangan atau informasi mengenai salah satu alat panca indera, apakah mata, telinga, hidung ataupun kulit. Contohnya sensasi pendengaran terjadi apabila gelombang-gelombang suara tertentu mengenai alat pendengaran (telinga) yang akan dipersepsikan sebagai suara orang, bunyi binatang dll.
a. Penglihatan dan persepsi visual
Penelitian robert fants (1958,1961), membuktikan bahwa bayi sudah dapat mengenal dan membeda- bedakan bentuk kasar bendayang dilihatnya. Kemampuan penglihatan bayi belum sempurna benar, dan daya penglihatan bayi yang baru lahir mempunyai skor 20/200 samapi 20/600 pada kartu snellen.
Usia 3 ½ minggu, bayi tertarik kepada mata. Mungkin karena bersinar dan bentuknya yang bulat.
Usia 1- 2 bulan, mengenal garis besar wajah.
Usia >2 bulan, memperhatikan unsur- unsur wajah, dapat membedakan mata dari bagian- bagian lain dan mulai memperhatikan mulut.
Usia 5 bulan, mulai mengenal raut wajah, perubahan- perubahan air muka
Usia 6 bulan, dapat membedakan wajah yang dikenal dengan wajah yang tidak dikenalnya, membedakan topeng dari wajah manusia
Begitulah tingkatan- tingkatan perkembangan kemampuan bayi, bahkan sampai 2 tahun juga belum sempurna, dan ada beberapa aspek penglihatan masih harus disempurnakan sampai ke masa kanak- kanak (Bornstein,1988).
b.                        Pendengaran
Setelah lahir bayi sudah mampu mendengar suara, meskipun ambang rangsangnya masih lebih tinggi dari pada ambang rangsang pendengaran orang dewasa. Bukti- butki menunjukkan bahwa dalam rahim ibupun seorang janin sudah dapat mendengar. Penelitian spence & decasper (1982) menunjukkan bahwa seorang bayi akan memilih bunyi atau suara yang kemungkinan besar sudah sering didengarnya sebagai janin didalam rahim.
c. Penciuman
Penelitian lipsitt, engen & kaye (1963) menunjukkan bahwa bayi akan gelisah, menggerak- gerakkan tangan dan kakinya serta berubah pernafasannya apabila didekatkan kepada asafetida, suatu zat yang sangat busuk baunya. Ini membuktikan bahwa mereka sudah dapat mencium bau. Bayi berusia 2 sampain7 hari sudah dapat mencium dan mengenal bau ASI ibunya, namun mereka dapat mengidentifikasikan bau ibunya setelah berusia beberapa minggu (macfarlane,1975).
d.                        Pengecapan
Kemampuan mengecap tampaknya sudah ada sebelum lahir. Jika cairan  amnion dari janin yang cukup diberi sakarin (pemanis buatan), maka janin akan makin sering menelan (windle, 1940). Penelitian steiner (1979) menunjukkan bahwa bibir bayi seakan- akan tersenyum apabila diolesi cairan pemanis, tetapi akan cemberut apabila dioles dengan sesuatu yang pahit rasanya.
e. Perabaan
Indera praba bayi sudah bekerja sejak lahir. Seorang bayi akan menggerakkan kepalanya apabila pipinya disentuh dan akan menghisap bila bibirnya disentuh. Suatu hal yang penting adalah kemampuan untuk mengkaitkan informasi penglihatan dengan informasi perabaan hal ini sudah tampak pada bayi berumur 6 bulan (acredolo & hake, 1982).
f. Rasa nyeri
Dahulu para ahli berpendapat bahwa bayi belum dapat merasa nyeri. Sehingga kebiasaan menyunat bayi yang berusia 3 hari lazim dilakukan di Amerika Serikat. Hal itu menunjukkan bahwa bayi- bayi yang disunat akan menangis keras- keras dan tampak gelisah. Ini menunjukkan bahwa mereka merasa nyeri ( gunnar & fisch. 1987 ).
Namun, penelitian lanjutan yang dilakukan Gunnar menunjukkan bahwa kemampuan bayi untuk mengatasi stres ini sangat besar. Beberapa menit setelah disunat bayi nampak tenang tanpa memperlihatkan dampak buruk darin operasi kecil itu. Rupanya a tertidur dan itu salah satu mekanisme tubuh untuk mengatasi stres.

B.                       PERKEMBANGAN KOGNITIF
Perkembangan konitif bayi sangat menanatang untuk diteliti karena banyak yang memragukan apakah bayi sudah dapat berfikir atau belum. Hasil penelitian dekade terakhir ini adalah  bayi yang normal dan sehat berkompeten secara intelektual. Mereka dapat belajar dan secara aktif menanggapin dan mengubah lingkungannya.
1.                        Cara bayi belajar
Manusia dilahirkan dengan kemampuan untuk belajar. Dan pembelajaran itu sendiri adalah perubahan tingkah laku yang relatif menetap sebagai akibat dari pengalaman.
Bayi belajar dari apa yang mereka lihat , dengar, cium, kecap dan raba. Dengan menggunakan daya pikirnya bayi dapat membeda- bedakan rangsangan yang datang dari berbagai panca indera tersebut. Tetapi kemampuan belajar ini harus ditunjanng dengan faktor kematangan ( maturation). Contohnya bayi tidak akan mampu berjalan jika ia belum siap untuk hal tersebut. Untuk belajar memanng diperlukan kesiapan nerologis, panca indera dan kemampuan gerak terlebih dahulu. Jadi ada hubungannya antara belajar dan kematangan. Sedangkan kecepatan kematangan sampai batas- batas tertentu dipengaruhi oleh kondisi lingkungan yang dapat mempercepat atau menghambat pembelajaran.
Cara bayi belajar umumnya sangat sederhana yaitu melalui habituasi, pembiasaan yang klasik (classical conditioning), pembiasaan yang instumental
( operant conditioning) dan pembelajaran observasional.

a.                        Habituasi
Habituasi adalah suatu proses pembiasaan. Biasa mendengar, melihat, atau rangsangan lain  bahkan sedemikian biasanya kiata kehilangan minat terhadap rangsangan tersebut lalu mengurangi tanggapan kita.
belajar seperti ini adalah bentuk belajar yang sederhana. Contoh: bayi baru lahir pada saat menyusu dengar suara bel, ia akan kaget lalu berhenti menyusu sampai suara itu hilang. Hal ini jika diulang terus-menerus bayi akan merasa terbiasa dia akan tetap menyusu walaupun mendengar suara bel. Berarti telah menjadi habituasi.
Habituasi memungkinkan orang untuk menghemat energy, karena orang hanya perlu bersikap waspada jikakalau keadaan  di lingkungan membutuhkan perhatiannya ( menyenangkan dan mengancam dirinya). Faktor-faktor nonhabitatif seperti kematangan, penyakit, lanjut usia, dan penggunaan obat-obatan akan menurunkan kewaspadan. (Lipsitt,1986 dalam papalia &Olds, 1989:177)
Kapasitas habituasi meningkat pada 10 minggu pertama di awal kehidupan. Karena habituasi dikaitkan dengan perkembangan yang normal,maka ada tidaknyaserta kemunculan habituasi dapat menjadi tolak ukur perkembangan bayi saat itu maupun masa yang akan datang.

b.                        pembiasaan yang klasik (classical conditioning)
disebut juga dengan pembelajaran asosiatif ( associative shifting, Lerner & Hultsch, 1983:161). Yang berarti bayi mengasosiasikan tindakannya dengan suatu aktivitas tertentu. Contoh: seorang bayi (usia 8 bulan) sering melakukan tindakan misalnya tertawa lucu, merangkak atau melambaikan tangan, lalu ibunya mengusap kepalanya, maka besok kalau dia melakukan kegiatan tertentu sebelum ibunya mengusap kepalanya dia sudah melakukan hal tersebut (mengusap kepalanya sendiri). Jadi anak bias mengasosiasikan perbuatanya dengan perbuatan ibunya.
c.  pembiasaan instrumental (operant conditioning)
bayi usia tiga hari sudah bias belajar menggunakan operant conditioning. Contoh : percobaan dilakukan oleh De Casper & Fifer, 1980 (Papalia & Olds, 1989:119). Botol bayi diberi pita rekam suara ibunya dan yang lain diberi pita rekam suara orang yang asing baginya.ternyata bayi akan menghisap lebih kuat jika ia mendengar suara ibunya daripada mendengar suara rekaman orang asing itu. Dari hal ini anak dapat belajar dua hal, yang pertama dia dapat membedakan suara ibu dan orang asing yang kedua dia mengetahui bahwa suatu tindakan tertentu dapat menghasilkan suara yang menyenangkan. Pembelajaran yang terakhir ini adalah contoh dari pembiasaan instrumental: anak belajar membuat suatu tanggapan tertentu agar dapat menghasilkan suatu efek yang diinginkan. Suara ibunya merupakan suatu imbalan atau penguatan. Dengan adanya penguatan bayi akan mengulangi perbuatannya. Pada pembiasaan instrumental anak ikut mengatur lingkungannya.
d.                        pembiasaan observasipnal: meniru model dan imitasi
bayi baru lahir dapat menirukan perilaku orang lain. Apalagi yang berusia beberapa minggu atau beberapa bulan. Berbagai percobaan telah membuktikan hal tersebut. Misalnya bayi usia 12-21 hari dapat menirukan cibiran orang dewasa. Atau bayi dapat menirukan suara orang dewasa tertentu atau gerak-gerik muka,gerakan tangan dll orang dewasa pada waktu ia berusia 6 bulan. Pada akir masa bayi 24 bulan ia telah mampu menirukan kata-kata (Lerner & Hultsch 1983:171)
2.                        Teori perkembangan kognitif J.Piaget pada masa bayi
Menurut Piaget perkembangan berpikir bayi berada pada periode sensori-motorik, dimulai sejak lahir sampai kurang lebih usia 2 tahun. Pada masa ini, proses berpikir ditandai dengan perubahan-perubahan skema yang masih bersifat terbatas dan kaku. Sama dengan refleks, pemikiran anak masih searah dan hanya mengulang.
Perkembangan kognitif anak pada masa sensorimotor diibaratkan sebagai “ tidak kelihatan , tidak dipikirkan” maksudnya pada saat anak berinteraksi dengan benda-benda disekitarnya, benda itu dianggap ada jika ia dapat melihatnya dan benda dianggap tidak ada jika diluar jangkauan pengindraannya. Anak pada masa ini egoisentris karena tidak dapat membedakan antara kehadiran sebuah benda dengan rangsangan dari benda itu terhadap pancaindranya.
Flavell, 1985 (dalam Santrock, 1990:173) tugas perkembangan anak pada masa ini adalah mengembangkan “object permanence” (kemampuan benda). Object permanence adalah kemampuan untuk memahami benda-benda atau kejadian-kejadian akan tetap ada walaupun ia tidak melakukan kontak langsung dengan benda atau kejadian tersebut. Pada akhir masa bayi object permanence telah terwujud. Anak sekarang dapat mencari benda yang tadinya ada kemudian hilang lalu muncul lagi di berbagai tempat yang berlainan dan kembali lagi ke tempat semula. Berarti anak mampu di tempat yang tepat walaupun disembunyikan. Dengan demikian anak mampu “ membayangkan”benda yang menghilang itu dan mengikutinya berpindah dari satu tempat ketempat lainnya. Dengan kualitas ini anak telah meningkatkan ke tahap berpikir yang menggunakan representasi mental dan menuju ke periode berpikir selanjutnya.

3.                         Intelegensi dan tes intelegensi pada bayi
Perbedaan perkembangan kognitif pada individu diteliti dengan skala perkembangan atau tes intelegensi yang digunakan untuk bayi bersifat non-verbal. Karena banyak menekankan pada asesmen perkembangan persepsi motorik anak dan mengukur interaksi social anak.
Arnold Gesell (1934) orang pertama menciptakan tes perkembangan untuk bayi. Alat ini untuk mengetahui bayi yang normal dan berkelainan.
Tes Bayley  yaitu Bayley Scales of Infant Development yang dikembangkan oleh Nancy Bayley (1969). Mengembangkan skalanya untuk merekam perilaku anak dan memprediksi perkembangan anak dimasa yang akan datang. Versi tes Bayley terdiri dari tiga kemponen yaitu, suatu skala mental, suatu skala gerak, dan suatu profil perilaku bayi.
Tes intelegensi untuk bayi berguna untuk mengetahui akibat malnutrisi, akibat obat-obatan, kurang kasih saying ibu, dan simulasi lingkungan terhadap perkembangan anak. Tes intelegensi bukanlah predictor yang baik untuk menggambarkan intelegensi kanak-kanak dimasa yang akan datang.
4.                        perkembangan bahasa
Bahasa merupakan elemen terpenting dalam perkembangan berpikir manusia. Manusia berpikir menggunakan bahasa dan melalui bahasa pikiran manusia dapat ditampilkan. Bahasa menurut Miller, 1989 (dalam Santrock 1990:183) adalah suatu urutan kata-kata. Jadi ada dua ciri yaiyu kata-kata dan berurutan. Namun tidak sesederhana itu karena bahasa merupakan proses yang sangat kreatif. Aspek kreatif ini disebut pengembangan tak terbatas (infinite generativity), kemampuan seseorang untuk mengembangkan sejumlah kalimat bermakna yang tak terbatas dengan menggunakan sekumpulan kata-kata dan aturan-aturan tertentu. Selain itu bahasa juga digunakan untuk menyampaikan informasi mengenai tempat yang berlainan, waktu yang berbeda, yang menyangkut masa kini, masa lalu dan masa yang akan datang.
Hal-hal terpenting dalam bahasa anak (mulai usia 6 bulan sampai 3 tahun). Lenneberg, 1965 dalam Papila & Olds, 1989.
6 bulan               : mendekut berubah menjadi meraban dengan membunyikan huruf hidup.
12 bulan : mulai menirukan suara-suara. Anak memahami beberapa kata.
 Anak menggunakan beberapa bunyi-bunyian secara teratur untuk membedakan orang- perorang atau objek 9 merupakan kata-kata pertama)
18 bulan : anak dapat mengucapkan 3-50 kata. Pola bunyi dan intonasi mirip percakapan.
 Anak mengalami kemajuan dalam pemahaman.
24 bulan             : kosa kata lebih dari 50 kata. Kalimat dua kata paling sering tampil.
Anak lebih berminat pada komunikasi verbal. Meraban mulai berkurang.
30 bulan : hampir setiap hari mempelajari kata-kata baru. Ujaran terdiri dari tiga kata atau lebih.    Pemahaman sangat baik. Anak masih banyak membuat kesalahan dalam tata bahasa.
36 bulan : kosa kata dapat mencapai 1000 kata, 80% dapat dimengerti. Tata bahasa hampir mendekati tata bahasa oreng dewasa.
A.                      Kemampuan bicara pralinguistik
Sebelum bayi dapat mengeluarkan kata-kata pertamanya, ia telah mampu mengeluarkan suara-suara yang berbentuk tangiasan, mendekut, meniru bunyi secara tidak sengaja dan sengaja meniru bunyi. Suara-suara itu disebut kemampuan bicara pralinguistik.
Menangis merupakan satu-satunya cara bayi yang baru lahir untuk berkomunikasi. Bagi orang asing tangisan bayi sama saja tapi tidak demikian halnya bagi si ibu bayi. Ia dapat membedakan mana tangisan karena lapar, sakit atau sekedar bermanja saja.
Walaupun kemampuan bicara pralinguistik ini tidak mengandung semantic, tetapi kaya akan ekpresi emosi yang penuh intonasi. Jauh sebelum anak mampu mengutarakan gagasannya dalam bentuk kata-kata, orang tua telah mampu memahami apa yang dimaksud oleh anaknya.
b.            Kemampuan Bicara Linguistik
Umumnya anak mulai bicara pada usia satu tahun. Kata pertama anak adalah pertanda dimulainya kemampuan bicara linguistik, yaitu penggunaan bahasa ujaran untuk menyampaikan pengertian. Satu kata yang diujarkan anak dapat memiliki beberapa arti yang  berbeda tergantung pikiran anak tersebut. berbicara semacam ini disebut holofrase karena mengekspresikan pemikiran yang lengkap dengan menggunakan satu kata.
Usia 18 bulan, anak menyatakan kalimat pertamanya namun masih perlu bantuan ekspresi lain untuk dimengerti. Misalnya sambil menunjuk kakinya anak berkata “ake atu” pada ibunya yang berarti pakai sepatu. Berbeda dengan kemampuan bicara pralinguistik yang terkait erat dengan usia kronologis, tidak semua anak memiliki kemampuan ini pada usia kronologis yang sama. Jadi usia bukanlah patokan untuk menjelaskan tingkat perkembangan bahasa anak. Dengan bertambahnya usia, kemampuan bahasa semakin meningkat. Secara bertahap anak juga mulai menguasai tata bahasa.
C.           PERKEMBANGAN EMOSI DAN SOSIAL
Perkembangan emosi dan sosial merupakan dasar perkembangan kepribadian kelak. Kehadiran emosi jauh lebih awal dari kemampuan berbahasa maupun kemampuan kognitif. Hubungan emosional yang dibentuk oleh bayi dengan orang-orang terdekatnya akan mempengaruhi caranya berinteraksi dengan orang lain di masa yang akan datang. Masa bayi adalah periode yang peka untuk perkembangan kepribadian.
Hal-hal terpenting dalam perkembangan emosi dan sosial bayi antara lain:
1.     Emosi bayi
               Hasil penelitian Izard, 1982 (Shaffer, 1989:394) menunjukkan bahwa berbagai emosi muncul di berbagai kesempatan pada dua tahun pertama kehidupan anak. Beberapa saat setelah kelahiran, bayi dapat menunjukkan minat, sedih, muak, dan tersenyum. Ekspresi marah dan sedih muncul ketika anak berusia 3-4 bulan, rasa takut tampak pada usia 5-7 bulan yang diikuti dengan timbulnya rasa malu-malu. Pada akhir tahun kedua baru muncul emosi yang lebih majemuk sifatnya seperti perasaan bersalah dan perasaan jijik.
               Bayi juga dapat mengekspresikan perasaannya secara vokal. Bayi yang sehat misalnya akan mengeluarkan berbagai bentuk tangisan. Ada tangis lapar, sakit, manja, marah dan lain-lain. Orang tuanyalah yang menerjemahkan tangisan anak sehingga bermakna.
               Konsistensi ada dalam penampilan emosi bayi. Bayi yang memperlihatkan gerak berlebihan sebagai reaksi terhadap kejadian yang tidak nyaman pada waktu ia berusia 2 bulan akan memperlihatkan gerak yang sama pada usia 13-19 bulan jika diberikan rangsangan yang sama pula. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pola ekspresi perasaan yang terkait dengan suatu kejadian tertentu relatif stabil dari waktu ke waktu.
          Pada usia 18-24 bulan, tidak diragukan lagi anak telah menjadi makhluk yang beremosi. Pada usia ini anak sudah dapat menyampaikan (dengan kata-kata sederhana dan disertai ekspresi wajah) tentang berbagai perasaan yang pernah dialaminya atau yang pernah dialami oleh temannya yang terungkap dalam permainan bersama. Bahkan anak telah mampu berpura-pura menampilkan suatu bentuk emosi tertentu untuk memanipulasi perasaan orang lain (misalnya berpura-pura sakit untuk mendapatkan perhatian ibunya).
               Berikut adalah perkembangan emosi bayi sejak lahir hingga usia 2-3 tahun (Sroufe, 1979, dalam Papalia & Olds, 1989:149).
0-1 bulan            Bayi relatif tidak responsif, jarag bereaksi terhadap rangsangan luar.
1-3 bulan            Bayi terbuka terhadap rangsangan. Mereka mulai memperlihatkan minat dan rasa ingin tahu dan suka tersenyum terhadap orang lain.
3-6 bulan            Bayi dapat mengantisipasi apa yang akan terjadi, dan dapat kecewa bila hal tersebut tidak terlaksana. Kekecawan diungkapkan dalam bentuk kemarahan atau kewaspadaan. Mereka sering tersenyum, mendekut, dan tertawa. Saat ini adalah saat membangun hubungan sosial dan hubungan timbal balik antara bayi dan yang merawatnya.
7-9 bulan            Bayi mulai bermain “permainan sosial” dan mencoba memperoleh tanggapan dari orang lain. Mereka “berbicara”, menyentuh, dan membujuk bayi lain agar mau menanggapinya. Mereka dapat mengekspresikan berbagai macam emosi, memperlihatka kegembiraan, rasa takut, rasa marah, dan keheranan.
9-12 bulan          Bayi sangat nyaman dengan orang terdekatnya, mulai takut terhadap orang asing, dan berlaku lunak terhadap situasi baru. Pada usia 1 tahun, mereka dapat lebih jelas mengkomunikasikan emosi mereka, memperlihatkan suasana hati, dan gradasi perasaannya.
12-18 bulan        Bayi menjelajahi lingkungan, menggunakan orang yang paling dekat dengan dirinya sebagai basis pengaman. Jika ia telah menguasai lingkungan, mereka merasa lebih percaya diri dan lebih berani memaksakan kehendaknya.
18-36 bulan        Terkadang anak menjadi cemas karena mulai menyadari bahwa mereka mulai menjauh dari orang-orang terdekatnya. Mereka mulai menyadari keterbatasannya dalam berfantasi, dan mulai melakukan identifikasi terhadap orang dewasa.


2.                        Temperamen
          Setiap bayi itu berbeda, ada yang penggembira, ada yang mudah sedih, ada yang tidak terlalu tanggap terhadap rangsangan emosi, dan sebagainya.
          Lingkungan akan berpengaruh terhadap pembentukan emosi anak. Seorang anak yang ibunya depresif dan tidak tanggap terhadap kehidupan emosi akan menjadikannya anak yang suka menarik diri, rewel, tidak bersemangat, dan memperlihatkan gejala gangguan emosiaonal. Terkadang pengalaman yang positif di masa yang akan datang dapat mengatasi kesulitan tersebut.
          Pada umumnya, sejak dini bayi sudah memperlihatkan gambaran emosi atau sifat-sifat yang menetap sampai ia dewasa kelak, yang mengisyaratkan adanya suatu komponen biologis dalam kepribadian anak. Anak yang menjerit-jerit marah ketika disuntik pada usia 2 bulan akan memperlihatkan perilaku yang sama pada usia 19 bulan ketika ada temannya yang mengambil mainannya. Sebaliknya, anak yang lebih tenang ketika disuntik pada usia 2 bulan mungkin saja tidak akan rewel menghadapi hal semacam itu. Dengan kata lain, pada usia 8 minggu ke bawah sudah memperlihatkan perbedaan emosi masing-masing individu yang kelak akan membentuk bagian terpenting dari kepribadian mereka.
          Ciri-ciri reaksi emosi yang berlainan itu berakar dari perbedaan temperamen yang dimiliki masing-masing individu, yaitu gaya atau cara seseorang mendekati atau bereaksi terhadap orang lain atau terhadap berbagai situasi. Jadi temperamen adalah tentang bagaimananya suatu perilaku. Contohnya dua orang kakak beradik, yang pertama adalah anak penggembira, tenang, teratur makan, dan istirahat. Sedangkan yang kedua adalah anak yang rewel , mudah menangis, dan sering terganggu tidurnya. Kedua anak ini memperlihatkan temperamen yang berbeda.
(A.          Thomas; Chess & Birch, 1984) menyatakan bahwa ada 9 komponen dalam temperamen, yaitu:
1.                        Tingkat aktivitas: bagaimana dan berapa banyak seseorang bergerak.
2.                        Ritmisitas atau keteraturan: perkiraan siklus biologis seperti rasa lapar, tidur, dan buang air.
3.                        Pendekatan atau penarikan diri: bagaimana pada awalnya seseorang menanggapi suatu rangsangan baru seperti mainan baru, makanan, ataupun orang lain.
4.                        Adaptabilitas: mudah tidaknya seseorang mengubah suatu respon awal menjadi sesuatu yang sejalan dengan keinginannya.
5.                        Ambang kemauan mendengarkan: sebanyak apakah stimulasi yang diperlukan untuk membangkitkan suatu tanggapan.
6.                        Intensitas reaksi: sebesar apa semangat yang diperlukan untuk menanggapi.
7.                        Kualitas suasana hati: apakah perilaku seseorang itu lebih menyenangkan, gembira, dan ramah atau tidak menyenangkan, tidak bahagia dan tidak ramah.
8.                        Kemudahan mengalihkan perhatian: semudah apa suatu rangsang yang tak relevan mampu mengubah atau mengacaukan perilaku seseorang.
9.                        Rentang perhatian dan persistensi: sejauh apakah seseorang mampu mengikuti suatu aktivitas dan tetap bertahan menghadapi hambatan-hambatan.
Dengan pola temperamen tersebut kebanyakan anak dapat digolongkan ke dalam tiga kategori, yaitu anak yang mudah, anak yang sulit, dan anak yang lambat.

a. Anak yang mudah
Anak yang mudah adalah anak-anak yang memiliki tempramen yang menyenangkan.ritme biologis yang teratur, dan mempunyai kesiapan untuk menerima pengalaman baru.
1)                        Tanggapannya baik terhadap pengalaman baru dan perubahan
2)                        Cepat mengikuti aturan jadwal tidur dan makan
3)                        mudah makan makanan yang baru yang dikenal
4)                        Tersenyum pada orang asing
5)                        Mudah menyesuaikan diri dengan situasi yang baru
6)                        Dapat menerima frustasi tanpa banyak rewel
7)                        Cepat menyesuaikan diri terhadap rutinitas baru dan peraturan permainan baru
8)                        Intensitas suasana hatinya ringan sampai sedang, umumnya positif

b.                        Anak yang sukit
Anak yang sulit adalah anak yang bertempramen mudah marah, ritme biologisnya tidak teratur, dan tegang menghadapi situasi baru.
1)                        Tanggapannya buruk terhadap pengalaman baru dan perubahan
2)                        Jadwal tidur dan makan tidak teratur
3)                        Lambat menerima makanan yang baru dikenal
4)                        Curiga terhadap orang asing
5)                        Lambat menyesuaikan diri dengan situasi baru
6)                        Menghadapi frustasi dengan tentrum (marah-marah)
7)                        Lambat menyesuaikan diri terhadap rutinitas baru
8)                        Seringkali menangis keras juga tertawa keras
9)                        Sering memperlihatkan suasana hati yang kuat dan suasana hatinya seringkali negatif

c. Anak yang lambat untuk memulai
Anak yang lambat untuk memulai adalah anak yang tempramennya sedang-sedang saja, ragu-ragu untuk menerima pengalaman baru.
1)                        Tanggapannya lambat terhadap pengalaman baru dan perubahan
2)                        Tidur dan makan lebih teratur dari anak yang sulit tetapi kurang teratur dibandingkan dengan anak yang mudah
3)                        Tidak terlalu negatif tehadap rangsangan-rangsangan baru (misalnya pada waktu pertama kali mandi, diperkenalkan pada makanan, orang dan tempat yang baru,pertama kali sekolah atau situasi baru)
4)                        Dapat menyukai rangsangan-rangsangan baru secara bertahap
5)                        Reaksi terhadap suasana hati positif maupun negatif tidak terlalu kuat

Tentu saja tidak semua anak cocok untuk dimasukkan ke dalam salah satu kategori tersebut diatas. Tempramen dibawa sejak lahir dan kebanyakan bersifat genetis (walaupun tidak seluruhnya). Dasar tempramen seseorang lebih banyak ditentukan oleh faktor bawaan, tetapi gaya penampilan tempramen dapat dipengaruhi oleh kejadian-kejadian yang luar biasa yang dialami seseorang, seperti kematian orang tua, bakat yang dimiliki, pengaruh obat-obatan dan lain-lain. Seperti pada hasil penelitian longitudinal Thomas, chess & birch (1984) di New York. Mereka menemukan bahwa ibu-ibu yang tidak memperoleh kepuasan dalam pekerjaan maupun dalam perannya sebagai ibu rumah tangga memperlihatkan toleransi yang rendah, dan penolakan terhadap anaknya yang berusia 3 tahun. Dan anak tersebut tempramennya menyerupai anak yang sulit.


3.                        kelekatan (attachment)

               Perkembangan sosial anak dimulai dengan adanya hubungan antara anak dengan anggota keluarga. Keluarga adalah suatu sistem sosial yang terkecil. Dalam sistem keluarga inilah pengalaman yang terpenting dirasakan oleh anak yaitu terjadinya proses kelekatan. Kelekatan ini lebih bersifat kelekatan secara emosional.
               John Bowlby, 1958.1973 (dalam shaffer, 1981 ) menjelaskan bahwa kelekatan emosional adalah istilah yang digunakan untuk menerangkan adanya ikatan afeksional yang kuat yang mengikat seseorang dengan orang yang dekat dengannya. Menurut Bowlby, orang yang lekat atau saling berhubungan dan selalu mencoba untuk mempertahankan kedekatannya. Bayi usia 8 bulan yang lekat dengan ibunya akan memperlihatkan kelekatannya itu dengan berbagai cara, seperti menangis, minta digendong, bergayut, mendekati, atau membuntuti, agar dapat membangun atau mempertahankan kontak dengan ibunya. Kelekatan emosional antara ibu dan anak ini sebenarnya sudah mulai dibentuk oleh ibu atau bapak beberapa saat setelah kelahiran anak.


4.                        perkembangan sosial

               Perkembangan sosial yang juga merupakan dasar pembentukan kepribadian telah dimulai sejak awal kehidupan. Pada bulan-bulan awal kehidupan, bayi sangat berminat pada bayi lain dan berespon terhadap mereka seperti responnya tehadap ibunya sendiri. Seperti melihat, tersenyum dan mendekat. Pada usia 6 bulan sampai 1 tahun, ia makin sering tersenyum, suka menyentuh dan meraba. Apalagi jika mereka tidak terganggu dengan hadirnya orang dewasa atau mainan. Pada usia 1 tahun ketika tugas perkembangan mereka yang utama yaitu berjalan belajar, maka perhatian mereka lebih banyak kepada mainan ketimbang anak lain.

               Pada tahun kedua, mereka kembali lebih sosial dan semakin paham bagaimana berteman. Ia lebih paham kapan saat yang tepat untuk memberi mainan pada kawannya dan tahu bagaimana caranya menanggapi pemberian teman.
               Sama halnya dengan tempramen, ternyata terdapat perbedaan individual dalam perkembangan sosial anak yang telah dimulai sejak usia dini. anak yang secara konsisten selalu didekati oleh anak lain (populer) adalah anak yang tidak terlampau asertif tetapi selalu membalas perhatian yang diberikan oleh anak lain. Sedangkan anak yang secara konsisten dihindari oleh anak lain dilukiskan sebagai anak yang “agak asosial”, perilakunya sangat berbeda terhadap anak lain, yaitu tergantung apakah ia berkenan untuk mendekati atau tidak.
               Apakah seorang anak lebih ramah dari yang lainnya tergantung pada tempramennya masing-masing. Anak yang ramah umumnya mempunyai orang tua yang demikian pula, karena bayi berpengaruh oleh sikap orang-orang yang berada disekelilingnya. Dan dengan bertambahnya usia, kegiatan sosialisasi anak semakin meluas, tidak terbatas didalam keluarga saja. Pada masa ini maka keterampilan sosial sangat penting.
               Perkembangan sosial harus diikuti dengan kontrol diri dan kemampuan untuk mengatur diri sendiri, dua hal yang berjalan bersamaan. Kemampuan mengatur diri sendiri, dua hal yang berjalan bersamaan. Kemampuan mengatur diri sendiri adalah suatu kebebasan pada anak untuk mengontrol perilakunya sendiri agar sesuai dengan tuntutan sosial yang ada.
            Disiplin diri atau kemampuan mengontrol diri ini sejalan dengan perkembangan kognitif anak. Tergantung apakah ia dapat menyerap informasi tentang aturan yang dituntut oleh lingkungan sosialnya atau belum.